Kamis, 01 Desember 2016

Alam Semesta Kita, Malaikat-Tuhan Kita




Orang-orang tua kita dulu biasanya akan menasihatkan kita agar hanya berfikir, berprasangka, berkata dan berperilaku yang baik-baik saat kita ada di gunung, hutan belantara, pantai, tempat keramat/ibadah/suci, kota Mekah dll. Tidak boleh berfikir, berkata, berprasangka dan berperilaku yang buruk-buruk karena itu bisa langsung mendatangkan nasib buruk atau kesialan. Saat menyebut "macan" kita harus menggantinya dengan "simbah", kata "ular" diganti dengan "oyod/akar" dan lain-lain "etiket" yang tampak bodoh dan konyol.


Saya dulu jelas menganggap itu hanya tahayyul, bid'ah bahkan syirik, tidak ada dasar kebenarannya sama sekali baik secara agama maupun secara sains. Tapi sekarang saya mengerti hikmah/kebenaran di balik nasihat orang-orang tua kita itu dulu.


Tempat, keadaan dan waktu yang menggetarkan hati-yang indah, menakjubkan, berwibawa, menakutkan, menenangkan seperti gunung, hutan belantara, pantai, tempat keramat/ibadah/suci, padang pasir, waktu bulan purnama, senja, sepertiga malam yang akhir, hujan gerimis, hujan badai dan lain sebagainya akan membuat kesadaran "lahir" kita melemah, sebaliknya, kesadaran batin kita menguat. Konsekwensinya, apapun yang kita pikirkan, katakan, prasangkakan, lakukan, akan langsung terhubung ke alam bawah sadar kita, menjadi wirid-doa makbul, disaksikan-direstui Tuhan-alam semesta. Gajah mada dulu mengucapkan sumpah palapanya di air terjun Madakaripura atau kebiasaan para Spiritualis-Sufi mengelana-mengasingkan diri di tempat-tempat indah dan terpencil pasti juga karena alasan itu. Tidak ada hal mistis apapun dibalik nasihat orang-orang tua kita itu dulu, rasional saja.


Sekarang ironis, gunung, hutan atau pantai hingga tempat-kota yang disucikan justru banyak yang dijadikan tempat maksiat-melenakan, tempat orang mengumbar hasrat-ego lahiriyah-duniawinya, sementara tempat ibadah dijadikan tempat menghasut prasangka buruk, amarah, kebencian, birahi, kedengkian dan lain-lain. Ini adalah tragedi, tempat yang harusnya hanya dijadikan sarana menghubungkan kita dengan Tuhan-alam semesta-diri sejati kita sehingga akhirnya menjadi sumber berkah dan pengetahuan malah dijadikan tempat membesarkan ego-hawa nafsu kita, pemblokir keberkahan dan pengetahuan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar