Sabtu, 03 Desember 2016

Kekuatan Dibalik Kepasrahan, Keikhlasan dan Kesabaran




Yudhistira, tokoh suci dalam wayang Jawa, raja Amarta, sulung Pandawa. Dia digambarkan sebagai sosok yang telah menguasai sepenuhnya amarah, lawamah, sufiyah dan mutmainahnya, sosok yang telah mencapai derajat "manunggaling kawula lan Gusti", titisan Sang Hyang Dharma, dewa keadilan. Dia orang yang sangat pasrah, ikhlas dan sabar, "lego dunyo lilo ing sirno" ditandai-jikapun ada orang yang meminta kerajaan, kekayaan, pusaka bahkan istri dan nyawanya sekalipun akan diberikannya juga.


Tapi apakah itu membuatnya berada dalam posisi lemah, mudah ditundukkan, dikuasai atau dibinasakan musuh-musuhnya?. Ternyata tidak, sikap pasrah, ikhlas dan sabarnya itu justru membuatnya menjadi diayomi dewa-dewa, setiap ada orang yang bermaksud jahat terhadapnya, selalu berakhir dengan kegagalan, sering dengan cara yang tidak disangka-sangka, dramatis.


Pun demikian sebenarnya dalam kehidupan nyata ini, sikap pasrah, ikhlas dan sabar bukanlah pertanda kelemahan, membuat kita dalam posisi rentan-ringkih. Justru sebaliknya, itu adalah "wirid", "tarikat", "mantra" yang pada akhirnya akan mendatangkan kekuatan, pengayoman, petunjuk langsung dari sang maha kuat-benar.



Kepasrahan, keikhlasan dan kesabaran itu memiliki dampak spiritual yang sama dengan penganiayaan-penindasan, kurban, puasa, berbuat baik pada sesama, meditasi-tapa brata, memang akan melemahkan kesadaran fisik-emosional kita tapi itu akan menguatkan kesadaran batin-spiritual kita, membukakan hati, tempatnya kekuatan dan petunjuk-hidayah-kebenaran. Wajar saja kemudian, siapapun yang telah menggapai itu semua-menjadikan itu "wirid", dia akan pasti lebih kuat dan benar.



Sayang sekali, sekarang ini, justru banyak "pandita" (agamawan) dan "ksatria" (pejabat-politisi) yang tidak memiliki sikap-sikap "Ilahiah" itu, mereka enggan pasrah-berserah diri, tidak ikhlas dan tidak sabar dalam mengadapi setiap masalah-tantangan, sikap dasar yang harusnya dimiliki mereka sebagai "pamomong". Akibatnya, bukannya mereka menjadi seperti Yudhistira yang selalu terjaga dalam posisi benar, selamat dan beruntung, malah sebaliknya, menjadi seperti Kurawa, hidup hanya mengikuti ego-hawa nafsunya, kuat dan banyak tapi tidak diberkahi, niat-keinginan apapun-bahkan yang baik sekalipun selalu berakhir dengan kegagalan bahkan kehinaan...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar