Bagong, panakawan atau pengiring Pandawa pada suatu hari menemukan pakaian kebesaran Batara Guru, raja kahyangan Suralaya di sebuah gua. Pakaian itu kemudian dikenakannya. Setelah dikenakan, mendadak dia berubah, tampak sebagai Batara Guru. Dewa-dewa kemudian menjadi hormat dan tunduk kepadanya, apapun perintahnya dituruti, gagal mengenalinya sebagai Bagong.
Tapi namanya juga Bagong, memakai pakaian kebesaran Batara Guru tidak otomatis membuatnya menjadi Batara Guru yang sesungguhnya, malah membuatnya menjadi tampak konyol, terlihat dari perkataan, ide dan perilaku-kebijakannya yang hanya sesuai seleranya sendiri. Dari mengadakan kontes kecantikan bidadari, menyuruh para bidadari memakai rok mini, mewajibkan dewa-dewa memakai blangkon sampai mengganti makanan dewa-dewa dari jambu nirmolo-pelem pertonggo jiwo dengan dawet, minuman kesukaannya. Setiap ada dewa yang protes atau mengkritisi kebijakannya, dia langsung memerintahkan Yamadipati untuk mencabut nyawanya. Bedanya apa dengan perilaku banyak "Ulama" sekarang?. Hanya dengan modal (sedikit) teks agama, jubah atau sorban, mereka merasa telah menjadi Ulama, masyarakatpun percaya. Mereka berkata-berfatwa sesukanya, kalau ada yang protes atau mengkritisi, langsung dihakiminya sesat, layak dihukum mati.
Memakai jubah Ulama, Pandita atau Brahmana tapi memiliki kesadaran hanya setingkat Sudra. Itulah fenomena "Bagong dadi Guru" yang marak terjadi di alam nyata sekarang. Orang yang harusnya dibimbing malah membimbing. Orang yang sebenarnya tidak tahu apa-apa akan apa-apa yang hakikat, yang baik dan yang benar, malah dijadikan panutan. Orang yang hidup masih hanya bisa mengikuti kebiasaan, tradisi, prasangka, naluri, ego-hawa nafsu, malah mengajarkan kesucian.
Ilmu-kesadaran itu tidak terletak pada teks-teks agama apalagi hanya pada pakaian kebesaran agama, itu hanya teori dan simbol dari ilmu. Merasa dan mengklaim menjadi-berkesadaran Ulama, Pandita atau Brahmana hanya karena telah mempelajari teks-teks agama apalagi hanya karena telah memakai pakaian kebesaran agama itu ibarat Bagong dadi Guru, kalau tidak menjadi lucu ya menyesatkan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar