Istikharah kita tidak akan pernah bisa membawa kita pada petunjuk jodoh terbaik jika sedari awal kita sudah memendam obsesi, prasangka atau gambaran akan bagaimana jodoh yang kita anggap terbaik itu. Jika sedari awal kita terobsesi pada kecantikan atau kekayaan, kecantikan atau kekayaan jugalah ilham-petunjuk yang akhirnya kita dapatkan, bukan yang terbaik.
Kenyataan sama terjadi saat kita istikharah untuk memilih partai atau pemimpin, kalau sedari awal kita sudah terobsesi pada relijiusitas, pada ideologi tertentu, pada penampilan, wibawa atau kegagahan, tidak mungkin kita akan bisa mendapat petunjuk partai atau pemimpin terbaik dalam istikharah kita..., obsesi kita itulah yang akhirnya akan mengambil alih, menyamar sebagai Tuhan-kebenaran, memberi kita petunjuk yang salah.
Selama kita tidak mampu mengendalikan hasrat-hasrat ragawi-duniawi kita, ego-hawa nafsu kita, jangankan akal atau tingkat pendidikan kita, agama atau spiritualitaspun tetap takkan mampu membawa kita pada pemahaman atas hakikat kebenaran. Sekhusuk apapun ritual, doa atau ibadah kita, seheroik apapun perjuangan kita demi agama atau Tuhan, hanya akan sampai pada ilham-petunjuk bagaimana memenuhi hasrat-hasrat ragawi-duniawi, ego-hawa nafsu kita itu..., kebenaran hanya akan menjadi mimpi, angan-angan, delusi.
Memang, terpenuhinya hasrat-hasrat ragawi-duniawi, ego-hawa nafsu kita itu akan terasa sangat menguntungkan dan menyenangkan, akan tampak sebagai berkah atau rahmat, bukti benarnya jalan atau agama yang kita ikuti. Tapi itu sebenarnya hanya godaan, tipuan dan jebakan yang menjerumuskan, yang akan menjauhkan kita dari niat awal kita beragama-berspiritual yaitu dipahaminya hakikat kebenaran. Jika kita terpaku pada itu semua, merasa telah benar hanya karena beruntung, diberkahi, telah kaya, berkuasa atau beristri lima, terpaku juga sebenarnya kemampuan kita memahami kebenaran, tidak akan berkembang lebih jauh. Jadi ingat teman saya, merasa dagangannya menjadi laris hanya karena setiap subuh menjelang membuka kios, dia selalu berdoa sambil menebar garam keliling pasar. Ironis, dagangan laris, rejeki lancarnya telah membuatnya jatuh dalam kebodohan dan kekonyolan tanpa ada banyak peluang untuk sadar.
Masalahnya sekarang, orang yang paling keras mengklaim kebenaran sering adalah orang yang justru paling tidak mampu mengendalikan hasrat-hasrat ragawi-duniawi, ego-hawa nafsunya..., mereka ibarat preman mengklaim baik hati, sikap-perilakunya sendiri sudah membantah keras apa yang diklaimnya itu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar