Kamis, 30 November 2017

Keserakahan dan Kebenaran



Keserakahan itu memiliki dampak mental-spiritual yang sama dengan passion, minat atau obsesi yang kuat, membuat kita akhirnya dibanjiri energi, "penglihatan", "pembimbing" dan "pengawal", "kesadaran" untuk mencapai apapun tujuan kita, apapun yang kita serakahi.


Sayangnya, keserakahan itu mengumpulkan  energinya dari "merampok" energi yang biasa kita gunakan untuk berbuat adil, jujur, baik, benar, lurus, pintar, bermoral, berbelas kasih. Dia harus dihidupi dari pengabaian terhadap itu semua, dari penyikapan-penilaian-penganggapan tidak penting hal-hal di luar apa yang kita serakahi. Jika kita serakah terhadap harta, hanya informasi yang menuju didapatnya harta itu yang akan dengan mudah "terlihat", tidak peduli informasi itu masuk akal atau tidak, benar atau salah, merugikan atau tidak bagi diri dan orang lain.


Akibatnya, sulit bagi siapapun yang gagal mengendalikan keserakahannya untuk tidak jatuh menjadi egois, bodoh, sesat, jahat, pragmatis, oportunis, fasis, rasis, seksis hingga bahkan teroris. Mereka dalam status "mabuk parsial", kesulitan menilai-mengukur secara adil dan obyektif apapun yang terkait dengan hal-hal yang diserakahinya, mudah tersesatkan. Bahkan Tuhanpun akan kalah jika berhadapan dengan orang serakah, akan dengan mudah diperbudaknya, akan hanya dijadikan pemoles agar keserakahannya menjadi tampak dan dirasakan suci.


Keserakahan jelas bukan hanya perkara harta, tahta atau wanita, tapi juga meliputi perkara pikiran, perasaan, prasangka, harapan, angan-angan. Pikiran, perasaan, prasangka, angan-angan berlebihan kalau kita benar, ada di jalan Tuhan, diberkahi, dirahmati, akan masuk surga, itu sama merusaknya dengan keserakahan berlebihan terhadap harta, tahta atau wanita, akan membuat apapun yang tidak mengarah pada diraihnya pikiran, perasaan, harapan, angan-angan kalau kita benar, ada di jalan Tuhan, diberkahi, dirahmati, akan masuk surga, diabaikan termasuk kebenaran-kebaikan hakiki.


Esensi agama adalah sarana pengendalian terhadap keserakahan. Jika agama tidak tidak mampu membuat keserakahan pemercayanya terkendali, agama akan gagal membawa pemercayanya pada jalan lurus, sudah tidak layak lagi disebut agama. Sayangnya, banyak orang relijius sekarang  justru menunjukkan gejala makin serakah, ini adalah musibah tapi dikira berkah, orang menjadi tersesat dan tergelapkan justru di tempat yang harusnya terbimbing dan tercerahkan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar