Seorang atheist yang mampu menghormati sesama manusia, sesama mahluk dan alam semesta ini, akan lebih diberkahi dan dirahmati daripada theist yang hanya mampu menghormati apa yang mereka kira sebagai Tuhan atau hanya mampu menghormati mereka yang beragama atau bertuhan sama.
Menghormati (termasuk memuja, menyembah, mencinta) apa dan siapapun obyeknya itu akan meluruhkan ego kita..., ego yang luruh akan berarti luruhnya juga satu tirai penghalang kesadaran-makrifat kita, akan membukakan pintu hati, tempatnya berkah, rahmat, pengetahuan, kekuatan, bimbingan, pengayoman..., akan menghubungkan kita dengan diri sejati kita, akan menghubungkan kita dengan obyek yang kita hormati. Semakin banyak obyek yang kita hormati dan semakin sering kita menghormatinya, semakin banyak pula kita hakikinya sedang beribadah.
Jangan geer, sombong, merasa benar dan menang sendiri karena kita telah merasa beriman kepada Tuhan..., iman kita tidak akan banyak berguna jika tidak berujung pada dihormatinya sesama manusia, sesama mahluk dan alam semesta ini. Justru, kegeeran, kesombongan perasaan benar dan menang sendiri kita karena telah bertuhan itu ibarat "mburu uceng kelangan deleg", akan membabat habis manfaat spiritual dari iman kita kepada Tuhan, membuat kita bangkrut justru di tempat yang harusnya membuat kita beruntung.
Agama atau Tuhan bagaimanapun teori, dogma atau syariatnya, esensi atau hakikatnya tetaplah sama, sarana kita meluruhkan ego, "tapa nyepi" dan "tapa ngrame", dengan "laku-tarikat" terbesarnya adalah penghormatan terhadap sesama manusia, sesama mahluk dan alam semesta ini. Jika agama atau pemahaman agama kita tidak memicu kita pada hal itu semua, kita tertipu parah, merasa telah beruntung padahal aslinya buntung, merasa telah terbimbing padahal aslinya tersesatkan, merasa diberkahi padahal aslinya diazab, merasa kuat padahal aslinya lemah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar