Kehidupan beragama dalam masyarakat tanpa ditopang "kesadaran" itu memiliki pola-mekanisme yang sama dengan kehidupan berharta, bertahta atau berwanita, semakin ditumpuk-banyak-menjadi mayoritas, akan semakin melalaikan, menggelapkan, membodohkan, menjumudkan, mengkorupkan dan menzalimkan.
Siklus Polibios atau "cakra manggilingan" akan juga berlaku pada kehidupan beragama. Kejayaan, kemapanan, kesalehan (lahiriyah) atau kemayoritasan sudah pasti akan memicu kelalaian, kelalaian memicu kelemahan, kelemahan memicu kehancuran, kehancuran memicu pembelajaran, pembelajaran memicu pencerahan, pencerahan memicu kejayaan, kejayaan memicu kelalaian, kelalaian memicu kelemahan dan seterusnya.
Wajar saja, dalam posisi kuat-berkuasa-mayoritas atau kaya, terlalu sulit bagi siapapun untuk mampu tetap "sadar", menjaga empatinya, menjaga sikap adilnya, menjaga sikap zuhudnya, menjaga sikap waspadanya. Kenikmatan-kesenangan yang diperoleh dari kekuatan-kekuasaan-kemayoritasan atau kekayaan akan segera melumpuhkan-mengkeruhkan-menutup akal dan hati-persepsi spiritualnya kecuali bagi mereka yang ikhlas bersedia mengimbanginya dengan mengkawruhkan-menzuhudkan-mentasawufkan-menspiritualitaskan-mensadarkan diri.
Beruntunglah mereka yang dilahirkan sebagai etnis atau pemeluk agama minoritas, asal disikapi positif, kelemahan mereka akan memaksa-membuat akal dan hati-persepsi spiritualitasnya lebih terasah dan terpacu demi terus mampu menjaga eksistensinya, mereka secara default pasti akan menjadi lebih kuat baik secara mental maupun spiritual dibanding mereka yang dilahirkan sebagai etnik atau pemeluk agama mayoritas. Beruntunglah mereka yang dilahirkan sebagai etnis atau pemeluk agama mayoritas tapi tetap mampu menjaga kesadarannya, kemayoritasannya tidak akan berujung pada kelalaian dan kelemahannya untuk kemudian memicu kejatuhannya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar