Orang-orang keturunan Jawa di Suriname (terletak di Amerika Selatan) kalau membangun masjid biasanya arah kiblatnya akan sama dengan arah kiblat saat mereka masih tinggal di Jawa yaitu menghadap arah barat.
Secara sains, geografi, matematika, menentukan kiblat dengan cara seperti itu jelas sangat keliru. Menghadap barat di Suriname tidaklah memiliki konsekwensi sama dengan menghadap barat di Jawa yang akan berarti sama dengan menghadap kiblat atau ka'bah, bahkan justru sebaliknya, akan berarti membelakangi kiblat-ka'bah. Bumi ini bulat, jauh lebih dekat jarak antara Suriname ke Mekah jika ditempuh melalui arah timur daripada ditempuh melalui arah barat, konsekwensinya, arah kiblat harusnya juga menghadap timur, bukan barat.
Bagaimanapun itu adalah pelajaran sangat berharga, satu satir getir, cermin "gunung es" gagalnya penganut agama memahami makna-tujuan hakiki dari ajaran-perintah agamanya sendiri. Untungnya, yang disalah-pahami hanya kiblat fisik ibadah, salah menentukan arah kiblat fisik tidaklah memiliki konsekwensi buruk apapun. Bagaimana kalau yang disalahpahami adalah kiblat hakikat-tujuan hakiki beragama?. Sudah pasti itu akan menjadi masalah bahkan musibah besar..., yang akan membuat agama kehilangan fungsi-tujuan hakikinya, akan membuat agama justru menjadi musuh ilmu, pengetahuan, kemanusiaan, peradaban, kesadaran, pencerahan. Dan itulah kenyataan yang sekarang ini justru banyak terjadi.
"Kiblat" agama adalah kemaslahatan-kebaikan, rahmatan lil'alamin, memayu hayuning bawana. Dan kiblat itu "hidup", memiliki sifat bebas, mengalir, fleksibel, berubah dan berkembang mengikuti berubahnya ruang, waktu, situasi, kondisi, konteks..., tidak bisa diikat, dibingkai, dibungkus secara keras dengan tradisi atau teks-teks agama. Tradisi atau teks agama yang baik diterapkan pada satu tempat, waktu, orang atau kaum, belum tentu akan baik pula jika ditempatkan pada tempat, waktu, orang atau kaum yang berbeda.
Sayangnya, akibat kakunya para penganut agama memegang tradisi, adat, kebiasaan dan teks-teks agama ditambah mewabahnya kebodohan serta kuatnya pengaruh ego-hawa nafsu, kiblat itu sering berubah, bergeser bahkan berbalik, menyimpang sangat jauh..., menjadi berkiblat pada ego-hawa nafsu yang memicu mudarat-keburukan, azab-musibah bagi alam semesta, disadari ataupun tidak, diakui ataupun tidak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar