Selasa, 13 Desember 2016

Carilah Hanya Mata Air yang Jernih




"Kalau ingin mencari sumber-mata air yang jernih, carilah itu di gunung, pun demikian kalau ingin mencari pandita yang jernih hatinya."


Begitulah saran-kritik yang biasa diberikan Kresna-penasihat Pandawa saat melihat Pandawa tertarik-berniat untuk berguru pada pandita baru yang biasanya memiliki penampilan, gaya bicara dan janji yang sangat menarik-serba luar biasa tapi niat sebenarnya hanya untuk kepentingan diri atau bahkan untuk menipu-mencelakakan Pandawa. Nasihat itu biasanya diabaikan Pandawa tapi di ujung cerita selalu terbukti benar, pandita yang tertarik digurui Pandawa itu ternyata pandita palsu yang tidak tahu dan tidak bisa apa-apa.


Kenyataan sama-seperti yang terjadi pada Pandawa itu sebenarnya masih banyak terjadi di masyarakat kita. Banyak orang terobsesi-begitu bersemangat untuk berguru-menuntut ilmu, menjadi saleh-agamis, masuk syurga, tapi gagal memilih guru yang benar-benar berilmu-jernih hati, akibatnya bisa ditebak, bukannya mereka menjadi pandai dan tercerahkan, menjadi lebih bijak dan beruntung, malah sebaliknya, terjerumus, menjadi bodoh dan tergelapkan, tertipu-tersesat, zalim dan celaka, disadari ataupun tidak.


Wajar saja, mereka bukannya berusaha mencari guru, "pandita" atau ulama "gunung", pandita-ulama "tapa" atau Sufi, pandita-ulama yang sudah benar-benar mampu menguasai ego-hawa nafsunya, sudah "jernih-ma'rifat", hidup hanya untuk mendekatkan diri pada yang maha kuasa, malah sebaliknya, sering terjebak berguru pada pandita-ulama "kota" yang tanpa "kawruh", sarat ego-hawa nafsu dan kepentingan--hanya karena penampilan, kata-kata, retorika serta janji-janjinya begitu menarik-heboh-dramatis.


Penampilan, kata-kata atau janji adalah "candu" yang bisa sangat menipu, menghilangkan akal-sehat-kewarasan kita, bolehlah dalam urusan cinta atau dunia kita percaya itu, tapi dalam perkara agama, menjadikan itu sebagai alat ukur utama jelas adalah spekulasi terbodoh...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar