Selasa, 20 Desember 2016

Tahun Baru, Dirayakan atau Direnungkan?




Menjelang tahun baru baik itu tahun baru Masehi, Hijriyah atau Imlek biasanya banyak orang ribut berdebat tentang bagaimana cara terbaik melewatinya. Ada yang memilih-mendukung melewatinya dengan perayaan, bergembira atau berpesta, ada yang memilih melewatinya dengan perenungan, berdoa, kontemplasi, meditasi, muhasabah-memikirkan-mengambil hikmah dari perjalanan hidup selama setahun terakhir, tapi ada juga yang memilih melewatinya dengan tidak melakukan apa-apa, biasanya karena alasan budaya atau pandangan-tafsir keagamaan. Manakah yang sebenarnya terbaik?.


Semua sebenarnya baik asal di dalamnya tidak disertai-melakukan hal-hal yang secara jelas tidak baik atau melalaikan. Melewatinya dengan bergembira atau berpesta baik sebab hakikatnya itu adalah ekspresi-wirid rasa syukur yang pada akhirnya akan menambah nikmat dan anugrah, membuat hati-alam bawah sadar kita "mencandu", akan berusaha mewujudkan kembali kesyukuran-kegembiraan itu di tahun-tahun berikutnya. Bergembira-berpesta tahun baru itu memiliki dampak psikologis-spiritual yang sama dengan berpesta ulang tahun, pada akhirnya akan menambah umur, keberuntungan dan kegembiraan-kebahagiaan. Melewatinya dengan perenungan, kontemplasi, berdoa, meditasi atau muhasabah-mengambil pelajaran dari apa-apa yang sudah terjadi-berlalu juga baik, sebab itu akan meningkatkan "kesadaran-ma'rifat" kita, membuat kita pada akhirnya akan lebih mampu mencegah mudarat-memahami apa-apa yang maslahat ke depannya. Tidak melakukan apa-apa juga baik asal jangan disertai penghakiman kalau yang melakukan apa-apa, yang merayakan atau merenungkannya adalah pendosa, melakukan bid'ah atau syirik, sebab itu justru akan mengotori bahkan menutup akal dan hati kita, membuat kita menjadi jahil secara hakikat, tidak mampu lagi "melihat" apa-apa yang baik-maslahat dan buruk-mudarat bagi diri kita sendiri.



Yang jelas, apapun pilihan kita, seyogyanya didasari pemahaman mendalam akal-hati-persepsi spiritual kita tentang baik-maslahat atau buruk-mudaratnya pilihan kita itu, bukan pilihan yang hanya didasari taklid, prasangka-hawa nafsu atau mitos-tahayyul yang cenderung mengegoiskan-mengeraskan hati, meniadakan rasa hormat terhadap pilihan orang lain...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar