Rabu, 21 Desember 2016

Ketahui dan Sadarilah!




Melepaskan harapan atas orang yang kita sayangi itu sama seperti melepas pandangan keagamaan yang telah lama kita percaya, sekalipun pikiran sadar kita tahu pandangan keagamaan kita itu tidak rasional atau tidak adil, tetap saja akan ada beribu alasan untuk tidak melepasnya, sekalipun pikiran sadar kita tahu orang yang kita sayangi itu tidak baik, sewiyah-wiyah, raja tega, tetap saja akan ada beribu alasan untuk tetap menyayanginya.


Sebab yang sedang kita lawan-hadapi adalah ego kita, memori-afirmasi-wirid tentang keinginan, prasangka, harapan yang sudah terlanjur tergurat dalam, sudah mencandu, merubah struktur kimia dan fungsi otak kita, merubah persepsi normal-alami-default kita terhadap dunia. Berusaha melepas-menghapusnya akan memicu efek serupa "sakau" yang terjadi pada pecandu narkotik saat berusaha menghentikan kebiasaannya, sangat menyakitkan, hanya orang yang benar-benar kuat yang akan mampu melakukannya.


Tahu tentang apa-apa yang baik dan benar saja tidak cukup, para pecandu narkotik, alkohol atau rokok juga tahu kebiasaan mereka itu buruk. Kita perlu meningkatkan pengetahuan kita menjadi "kesadaran". Kesadaran atau pencerahan terjadi saat kebaikan atau kebenaran yang kita tahu, berkorelasi-berkonsekwensi langsung dengan persepsi, perasaan-emosi, hati, naluri, alam bawah sadar kita. Saat kita tahu mencuri atau selingkuh itu buruk, kemudian keinginan untuk mencuri atau selingkuh itu hilang, itulah kesadaran..., saat kita tahu orang yang kita inginkan ternyata tidak menginginkan kita, kemudian keinginan itu berhasil kita hilangkan, itulah kesadaran..., saat kita tahu pandangan keagamaan kita ternyata tidak rasional atau tidak adil, kemudian kita bersedia ikhlas melepasnya, itulah kesadaran. Pengetahuan atas sesuatu yang baik atau benar akan mudah meningkat menjadi kesadaran jika pengetahuan itu "direstui-dikonfirmasi" atau bersumber dari kesimpulan mendalam akal dan hati-persepsi spiritual-inner value kita.


Sayang sekali, sekarang ini-kebanyakan orang-bahkan yang tampak sangat agamis, humanis atau rasionalis, masih hanya berperilaku, beragama dan bermoral pada tahap "tahu" itupun karena diberi tahu, bukan tahu atas dasar pengamatan, penyimpulan akal dan hati-persepsi spiritualnya. Akibatnya, sudah pengetahuannya sendiri rawan tercampur-terdistorsi mitos atau tahayyul-bukan pengetahuan yang secara hakikat baik atau benar, apa yang diketahuipun tidak akan banyak mempengaruhi realitas di tubuh, pikiran dan hati, tetap tidak akan cukup kuat menopang terwujudnya pemikiran-perilaku masyarakat yang teratur, beradab dan terbimbing-selamat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar