Selasa, 27 Desember 2016

Kawruhkanlah Keberagamaan Kita




Belajar agama tanpa diimbangi belajar "kawruh", spiritualitas atau tasawuf, belajar "sadar" itu seumpama anjing belajar menjaga rumah, boleh saja secara lahir hasilnya tampak hebat, lebih hebat dari manusia saat menjaganya, tapi secara esensi-hakikat jelas tidak.


Anjing hanya bisa menjaga sisi sangat kasar dan dangkal dari rumah tuannya. Anjing tidak akan bisa tahu yang datang ke rumah tuannya itu bermaksud jahat atau tidak, dikenal tuannya atau tidak,  pengamen atau Presiden, Omaswati atau Desi Ratnasari, semua akan digonggongnya keras, dipandang sebagai musuh-ancaman.


Rumah yang dijaga anjing salah-salah bisa menghilangkan anugrah, peluang dan keberkahan, lebih mendatangkan mudarat daripada maslahat bagi penghuninya. Sang anjingpun bisa dijadikan sasaran kemarahan dari orang yang merasa tidak nyaman-terganggu kehadirannya.


Belajar agama tanpa diimbangi belajar kawruh, tanpa berujung pada kesadaran atau makrifat hanya akan membuat kita dipahamkan pada sisi sangat kasar-dangkal dari agama, kita akan kesulitan menghubungkan teks atau ajaran agama dengan realitas terkini atas apa yang secara hakikat benar dan maslahat. Kita hanya akan menjadi seperti anjing atau robot penjaga, tidak punya "jiwa", kreatifitas, inisiatif, fleksibilitas, kebijaksanaan, akal dan hati-nurani, hanya bisa bersikap dan berbuat atas dasar apa yang sudah didoktrinkan-ditanamkan kepadanya. Padahal dunia ini begitu luas, ada begitu banyak hal baru yang tidak akan mungkin masuk dalam jangkauan penyikapan anjing atau robot penjaga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar