Rabu, 28 Desember 2016

Ironi-Anomali Agama




Dulu-waktu masih anak-anak, saya pernah punya imajinasi-prasangka kalau orang-orang dari partai Islam tentulah akan lebih jujur, sabar, ikhlas, "lillahi ta'ala" dalam berpolitik, semata demi kemuliaan rakyat dan Islam, bukan untuk kepentingan dirinya sendiri, kalau berhasil tidak akan menjadi sombong dan menindas, kalaupun gagal, tidak akan membuatnya kecewa, marah apalagi mendendam. Pun demikian dengan negara Islam, dalam bayanganku adalah negara yang aman, damai, makmur, bersih, teratur, tidak ada orang miskin, tidak ada kejahatan, perpecahan, kerusuhan apalagi peperangan, syurga yang jatuh ke dunia.


Tapi prasangka-imajinasi indah masa anak-anak saya itu perlahan meluntur, dimulai saat Bapak saya dulu memiliki televisi, tahun 80-90-an, berita tentang negara Islam hampir pasti selalu tentang konflik, kerusuhan dan peperangan, tidak ada hal baik dan indah apapun yang bisa ditunjukkan dari negara Islam. Bahkan cerita tentang Arab Saudi berikut masyarakatnya-negara Islam termakmur dan teramanpun selalu banyak yang miring dan mengerikan. Kenyataan yang sama terjadi pada orang-orang dari partai Islam, prasangka-bayangan saya kalau mereka lebih lillahi ta'ala, ikhlas, sabar dan jujur dalam berpolitik dibanding mereka yang dari partai sekuler ternyata tidak terbukti, apa yang terus saya saksikan menunjukkan kebanyakan dari mereka justru lebih keras, egois, oportunistik, hedonis, pragmatis bahkan fasis, senang memfitnah, mengintimidasi, memprovokasi, menteror, menghalalkan segala cara.


Mengapa kenyataan ironis sekaligus tragis itu bisa terjadi?. Tepat sekali apa yang dikatakan Asy-Syadzily, "maksiat bersembunyi dibalik taat", kepercayaan dan ketaatan kepada Islam telah membuat banyak orang "mabuk", terjebak dalam maksiat hakikat, kehilangan kesadaran-kewarasannya, menjadi egois dan takabur, merasa benar  dan menang sendiri, merasa punya otoritas-hak untuk menghalalkan segala cara asal demi Tuhan atau agama.


Begitulah suratan beragama tanpa didahului-ditopang akal dan hati-menjadi manusia seutuhnya-manusia yang "sadar" terlebih dahulu. Ajaran agama sebaik dan sebenar apapun akan segera diperbudaknya, disimpangkan makna dan tujuannya, dijadikan hanya sebatas sebagai alat memenuhi ego-ego primitifnya-mendominasi, mengintimidasi, mengeksploitasi, menindas, merampok, memperkosa, membunuh..., tanpa harus diikuti rasa bersalah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar