Melepaskan prasangka-harapan yang sudah terlanjur tertanam-terwirid kuat itu sama susahnya dengan melepaskan diri dari ketergantungan terhadap rokok, alkohol atau narkotik, akan membuat seseorang "sakau", mengalami sakit-penderitaan mental bahkan fisik berat akibat tidak sesuainya realitas-kenyataan yang dihadapi dengan memori-kebiasaan yang sudah terekam-mengakar kuat.
Salah satu prasangka, "aqidah" yang umum dianut-melanda kaum fundamentalis-teroris adalah prasangka kalau orang yang tidak seagama itu pastilah jahat, buruk, khianat, bodoh, terkutuk, harus terus ditekan, ditindas, kalau perlu diperangi-dibantai..., jangankan boleh memimpin, berteman dengan mereka saja haram. Prasangka itu membuat mereka "sakau" saat melihat-bersinggungan dengan orang yang tidak seagama apalagi saat melihat kenyataan mereka ternyata baik, maju, kaya, pandai, beruntung atau diberkahi. Mereka akan berusaha menyangkalnya keras, bukti apapun yang menunjukan salahnya prasangka mereka akan diingkari, mereka akan terus berusaha "menghibur-menipu" diri, mencari-cari bukti-pembenar termasuk dengan bukti palsu-tendensius kalau orang yang tidak seagama pastilah selamanya akan jahat, buruk, khianat, bodoh, terkutuk. Orang tak seagama yang tidak jahat, tidak buruk, tidak khianat, tidak bodoh, tidak terkutuk adalah teror besar bagi aqidah kaum fundamentalis-teroris, wajar mereka akan terus jadi sasaran kebencian dan kekerasan.
Prasangka, harapan dan keinginan yang tertanam kuat memang memberi kita keteguhan-kekuatan, memberi kita limpahan motivasi-energi, tapi itu juga akan menjauhkan kita dari realitas-kebenaran hakiki, membuat kita "mabuk", terjebak dalam kebenaran palsu-delusional, membuat kita sulit bertindak secara efektif dan efisien, sulit memahami apa-apa yang maslahat bagi diri kita. Kalau yang ingin kita cari dan klaim betul adalah kebenaran, pengendalian prasangka, harapan dan keinginan adalah "tarikat" yang mutlak harus kita jalani...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar