Jika engkau belum memiliki pengetahuan tentang Allah, cukuplah engkau berprasangka baik kepadanya (Jalaluddin Rumi).
Tepat sekali kata-kata Sufi besar ini, menandakan dia memiliki pengetahuan sangat luas baik secara akal-logika-sains, secara hati-spiritual maupun secara agama-dalil-dogma. Tidak ada hal yang lebih baik yang bisa kita jadikan dasar relijiusitas-spiritualitas selain kita hanya memandang Allah sebagai sosok baik, yang pengasih dan penyayang, adil, penolong dan lain sebagainya, prasangka itu hampir pasti mendekati realitasnya dalam segala waktu dan kondisi. Dari sisi akal-logika-sains-psikologipun, prasangka baik akan menghasilkan kekuatan tersendiri, memberi kita limpahan motivasi-energi positif yang sangat memberkahi hidup kita, membantu terwujudnya apapun keinginan baik kita.
Sekarang banyak orang yang sebenarnya tahu Allah saja hanya dari tafsir terhadap dalil-dogma itupun sangat parsial-bukan dalil-dogma secara keseluruhan, tapi begitu gemar memprasangkakan Allah ini-itu sekehendak ego-hawa nafsunya, memprasangkakan Allah keras, kejam atau penghukum. Mereka tidak sadar kalau apa yang mereka prasangkakan itulah yang akan mewujud menjadi realitas, mengarahkan-membentuk pikiran-persepsi, perilaku dan nasib mereka, membuat mereka menjadi keras, kejam dan penghukum, egois, zalim dan bodoh lahir batin.
Allah pasti baik, setiap yang memprasangkakan itu hampir pasti sedang ada di jalan yang benar. Allah memang kadang keras, kejam dan penghukum tapi itu penuh dengan syarat dan ketentuan yang sangat spesifik, tujuannya pun dalam rangka kebaikan. Yang jelas, sifat-kebijakan Allah itu keras, kejam dan penghukum bukanlah ditujukan pada orang yang tidak sependapat dengan kita, tidak seetnis-seras dengan kita bukan pula pada orang yang tidak seagama dengan kita..., jangan menghayal, jangan berdelusi, jangan beronani...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar