Sangat sering saya mendengar perkataan yang bernada mengejek atau merendahkan dari orang-orang yang fanatik agama asing, "agama asli Nusantara adalah menyembah pohon dan batu", katanya. Intinya, mereka hendak menghakimi agama asli Nusantara sebagai kuno, tidak bermutu, tidak lengkap, tidak masuk akal, tidak sempurna, tidak bisa dijadikan pedoman.
Bahkan, menyembah pohon dan batu (termasuk menyembah gunung, sungai, lautan dan lain sebagainya) masih jauh lebih baik jika ternyata itu lebih mampu mengkhusukkan-mengheningkan, meluruhkan ego kita daripada menyembah dewa-dewa agung dan suci atau Tuhan yang maha esa tapi hanya sambil lalu..., tapi justru memicu meningginya ego kita, membuat kita menjadi sombong, merasa lebih benar, lurus, terhormat, terpelajar, berpengetahuan, rasional dan beradab dibanding orang atau pemeluk agama lain termasuk agama asli Nusantara.
Pohon dan batu itu secara default mempunyai sifat netral, sama seperti goa Hiro, sungai Gangga atau bukit Tursina, setinggi-tingginya penyembahan kita terhadapnya, tidak akan memicu tertransfernya energi negatif-buruk apapun kepada kita. Sementara menyembah dewa-dewa agung atau suci, Tuhan yang maha esa, bisa menjadi sangat berbahaya jika kita gagal mengenali sifat-sifat dan kehendak hakikinya, akan membuat kita tergelincir dan tersesat, berakhir menjadi hanya menjadi penyembah dongeng, mitos, tahayyul, pendiri-tokoh agama, ego-hawa nafsu dan prasangka atau harapan kita.
Muhammad bermeditasi di goa Hiro, Buddha Gautama bermeditasi di bawah pohon Bodi, Musa bermeditasi di bukit Tursina, pertapa-pertapa Hindhu bermeditasi di gunung Himalaya. Menyembah pohon dan batu atau bentuk-bentuk alam lainnya itu adalah awal atau sumber dari lahirnya agama-agama (asing) yang diklaim modern. Jelas tidak masuk akal kalau justru penganut agama-agama modern itu malah merendahkannya, itu sama saja merendahkan satu "guru", asal muasal atau sumber kawruh-ilmu tertinggi mereka sendiri.
Tujuan hakiki dari penyembahan dalam segala bentuk dan bajunya adalah terkuasainya ego-hawa nafsu, panca indra. Ego-hawa nafsu, panca indra yang terkuasai akan berarti datangnya kawruh, petunjuk atau pengetahuan, berkat dan rahmat. Jangan pernah merendahkan atau mempermasalahkan apapun obyek yang disembah seseorang. Selama yang disembah itu masih mampu mengkhusukkannya, membawa pada terkuasainya ego-hawa nafsu-panca indranya, orang itu berada dalam arah menuju kebenaran hakiki..., menuju jalan lurus, pencerahan, makrifat...