Agama dan sains itu sesuatu yang sangat berbeda bahkan bertolak belakang, tidak mungkin bisa selaras, kalaupun ada bagian yang selaras, itu hanya kebetulan saja. Karenanya, jangan ngotot berusaha menyelaraskannya, jangan jadi penghayal dan pemabuk hanya untuk memenuhi hasrat menguatkan iman kita.
Agama mempunyai misi membawa kita pada kebaikan, kemaslahatan, keselamatan. Sementara sains mempunyai misi membawa kita pada kebenaran, realitas, fakta. Kalau kita pernah belajar atau menjalani "laku" spiritual, kita akan mengerti itu. Kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita sebagai sumber utama dari agama, hanya tahu-mementingkan apa yang baik-kecilnya bagi diri pribadi kita, besarnya baik bagi umat manusia secara keseluruhan. Kita beribadah, berpuasa, berzikir atau bermeditasi puluhan tahunpun, tidak akan pernah menghasilkan penemuan sains, hanya bisa menghasilkan penemuan tentang apa-apa yang baik yang harus dilakukan diri atau masyarakat kita..., dan itu, tidak mempedulikan benar-tidaknya, masuk akal-tidaknya.
Cerita Malin Kundang, Sangkuriang, Nyi Roro Kidul atau cerita-cerita dongeng lainnya secara esensi itu sama dengan agama..., hampir pasti, asal ide-inspirasi dari cerita itu juga sama, kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita. Secara sains jelas isi cerita itu salah, tidak masuk akal, tidak pernah ada, hanya hayalan belaka. Tapi apakah karena cerita itu tidak sesuai sains lantas dengan gegabah mesti kita campakkan, hilangkan dari benak masyarakat kita...?. Kalau cerita itu nyatanya masih mampu mambawa masyarakat pada kebaikan, mampu membentuk moral dan budaya yang lebih baik dan beradab, untuk apa harus ekstrim kita tolak...?.
Jadi ingat sebuah pohon elo raksasa di pinggir sungai depan rumah saya yang sekarang sudah tidak ada. Dulu, air sadapan dari pohon itu dipercaya bisa menyembuhkan segala penyakit, banyak kesaksian yang mendukungnya, setiap pagi sebelum terbit matahari, ada saja orang menyadap airnya. Secara sains, jelas keyakinan air pohon elo itu berkhasiat salah besar, tidak ada bukti ilmiahnya. Secara agamapun keyakinan itu masuk kategori sesat, bid'ah, syirik, tidak dibenarkan. Tapi kalau nyatanya keyakinan itu telah membuat banyak orang terbantu, tidak perlu repot-repot keluar banyak uang untuk menyembuhkan sakit yang dideritanya, mengapa keyakinan itu harus kita tolak dan musuhi...?.
Tugas-upaya-jihad tersuci relijiusitas-spiritualitas kita sekarang bukanlah ngotot mengklaim kebenaran suatu (cerita-dongeng) agama berikut memaksakan penerapannya tapi mengukur dengan segenap akal dan hati kita-kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita apakah (cerita-dongeng) agama itu masih mampu membawa kebaikan bagi masyarakat kita sekarang. Jika ternyata tidak, kita harus ikhlas untuk melakukan pembaruan atau mentafsir ulang. Kalau cerita Malin Kundang ternyata lebih memicu orang tua menjadi tiran daripada membuat anak menjadi berbakti, mengapa kita terus ngotot menjaga keaslian isi cerita-dongeng itu...?. Kalau suatu (tafsir) agama sudah lebih banyak memproduksi teroris ketimbang humanis, apakah masih layak kita terus mempertahankan (tafsir) agama itu...?.
Pun demikian dengan tugas utama saintifik kita, bukanlah membabi-buta memaksakan penyampaian atau penerapan suatu kebenaran atau fakta..., jika kebenaran atau fakta itu justru memicu hal yang buruk bagi masyarakat, kita harus ikhlas menyimpannya. Tidak ada artinya kebenaran jika itu tidak membawa masyarakat pada kebaikannya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar