Jumat, 06 Oktober 2017

Yang Esensi, yang Ilahi


Sekarang ini banyak orang relijius justru menunjukkan gejala yang ganjil, kontradiktif dengan konsekwensi hakiki status relijiusnya..., mereka terlihat sangat serakah baik terhadap harta, tahta, wanita ataupun prasangka..., suka hidup mewah, hedonik, berprasangka buruk..., mereka menjadi berperilaku ganjil seperti itu justru didorong dan mengatasnamakan ajaran agama atau Tuhan, sesuatu yang jelas harus digapai dengan perilaku sebaliknya, kezuhudan, kesederhanaan, pembatasan, tarikat.

Keserakahan itu masalah esensi atau hakikat..., mau dibungkus dan dihukumi apapun dengan niat atau dalih apapun tidak akan bisa menghilangkan konsekwensi buruknya yaitu menguatnya kebodohan dan kezaliman. Aturan atau teks agama datang tidak untuk menyangkal, mengkamuflase atau menggantikan esensi-hakikat, dia hanya mencerminkan esensi-hakikat akan sesuatu yang baik-maslahat pada satu waktu, tempat, situasi dan kondisi, bersifat sangat kontekstual, hidup dan berkembang. Aturan atau teks agama akan gugur dengan sendirinya jika dihadapkan pada esensi yang bertentangan dengannya.

Tidak ada gunanya kita mengkritik bangsa Barat dengan kapitalismenya sebagai kaum serakah (terhadap harta) sementara kita sendiri masih sangat serakah terhadap tahta, wanita dan prasangka..., itu ibarat perampok mengkritik maling, yang mengkritik jatuhnya masih lebih buruk dari yang dikritik..., masih mending bangsa Barat, mereka jelas jauh lebih zuhud dalam perkara tahta, wanita dan prasangka ditandai dengan kuatnya budaya demokrasi, monogami, sains...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar