Daripada kita sibuk mengajari anak-anak kita, umat atau masyarakat kita berdoa, lebih baik kita sibuk mengajarinya mencinta. Sebab dengan mengajarinya mencinta, kita sebenarnya sudah mengajarinya berdoa.
Doa terbaik adalah cinta. Sebab dengan cinta, bahkan setiap tirakat, sentuhan, pandangan, ingatan, pikiran, angan-angan atau harapan baik kita akan segera berubah menjadi energi positif yang mengalir membanjiri obyek-obyek yang kita cintai, merahmati dan memberkati mereka, tanpa perlu kata-kata, tanpa perlu iman atau beragama. Membentuk empati-keterhubungan yang membawa pada pengetahuan akan apa-apa yang hakikatnya terbaik atau diperlukan obyek-obyek yang kita cintai.
Sebaliknya, doa tanpa cinta itu seumpama doa seekor burung beo, doa yang dangkal. Sefasih apapun doa seekor burung beo, takkan memiliki kekuatan-apa-apa. Wajar saja, doa tanpa cinta adalah doa tanpa terhubung, direstui dan didukung hati kita-kesadaran lebih tinggi kita, tempatnya rahmat, berkat, kekuatan dan pengetahuan. Doa yang pasti akan sia-sia, hanya akan bernilai seperti anjing menggonggong di antara iringan kafilah, bagaimanapun keras suaranya, takkan memiliki pengaruh berarti, takkan terperhatikan, takkan didengar Tuhan-alam semesta.
Sayangnya, banyak orang relijius sekarang hidup hampir-hampir tanpa cinta, mereka membatasi cinta hingga titik tersempit. Jangankan mau mencintai alam semesta, lingkungan, hewan dan tumbuhan, sekedar mencintai sesama manusia saja kesulitan atan bahkan enggan. Akibatnya bisa ditebak, doa-doa mereka hanya kuat di ucapan, sebaliknya, lemah di kekuatan..., jangankan-mereka mampu menjadi rahmat bagi alam semesta, tidak menjadi musibah saja sudah untung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar