Tidak ada ibadah yang menyenangkan, semua ibadah pasti dan harus menyakitkan..., menekan ego kita-tubuh dan pikiran kita. Wajar saja, sebab hanya saat ego kita-tubuh dan pikiran kita tertekan, kemampuan mengendalikannya akan terlatih dan terbangun, syarat utama agar tujuan dari ibadah yaitu keterhubungan dengan Tuhan-alam semesta, kesadaran, pengetahuan dan kekuatan lebih tinggi kita tercapai. Pun demikan dengan manfaat atau balasannya, (yang utama) bukanlah dalam bentuk kesenangan ragawi (yang timbul dari terpenuhinya kehendak ego-fisik-pikiran kita) melainkan dalam bentuk ketenangan ruhani sebagai hasil dari penguasaan diri, membanjirnya petunjuk-pengetahuan-bimbingan dalam hidup kita, kesenangan ragawi hanya tambahan, jikapun tidak didapat, tidak apa-apa.
Karenanya, tidak perlu repot-repot berdebat akan mana ritual agama yang betul bisa disebut sebagai ibadah, atau lebih luasnya, mana agama (atau aliran agama) yang betul adalah agama yang benar..., yang pada akhirnya akan membawa pengikutnya pada pemahaman akan jalan lurus. Bagaimanapun absurd, tidak masuk akalnya suatu ritual ibadah atau ajaran (teks) suatu agama, kalau memang ritual dan ajaran agama itu paling mampu menekan ego, itulah yang benar, yang akhirnya akan paling mampu juga membawa penganutnya pada penguasaan diri, hidayah, jalan lurus, kebaikan hakiki.
Kegagalan kita mengenali hakikat ibadah jelas telah memicu kesesatan yang parah tanpa sedikitpun disadari. Banyak orang merasa sedang berkorban (hewan) padahal yang dilakukannya hanya sekedar berfoya-foya-berpesta daging..., banyak orang merasa sedang mengikuti sunah Rasul (dengan berpoligami) padahal yang dilakukannya hanya sekedar mengumbar syahwat..., banyak orang merasa sedang bersedekah padahal yang dilakukannya hanya sekedar "berdagang" dengan sedekah..., banyak orang merasa sedang menegakkan tauhid (pengesaan Tuhan), padahal yang dilakukannya hanya sekedar menegakkan prasangka dan hawa nafsunya akan tauhid...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar