Seorang dokter bos saya dulu pernah mengatakan, "yang diketaqhui seorang dokter tentang tubuh manusia itu baru seujung kuku, jangan pernah menganggap dokter itu tahu segalanya, sehebat-hebatnya seorang dokter tidak akan pernah berani memberi jaminan kesembuhan, tugas mereka hanya sebatas mengupayakan kesembuhan, menjadi wasilah". Bandingkan dengan umumnya dukun atau tabib jaman sekarang, baru belajar mijet saja sudah mengklaim mampu menyembuhkan segala penyakit.
Semakin kita banyak tahu, semakin sadar kalau hakikinya kita tidak tahu banyak, membuat kita semakin rendah hati. Orang awam tentu akan memandang dokter pasti tahu segalanya tentang tubuh kita, tahu tentang semua penyakit berikut cara menyembuhkannya, padahal mereka sendiri sejatinya menyadari kalau pengetahuan mereka masih "seujung kuku". Kenyataan sama terjadi dengan orang-orang Sufi, orang awam tentu akan memandang mereka serba tahu terutama tentang yang ghaib-ghaib, "weruh sedurunge winarah", padahal mereka sendiri sebenarnya banyak yang malah menjadi agnostik, menyadari-mengakui kalau dirinya sebenarnya tidak tahu banyak bahkan tidak tahu apa-apa utamanya tentang Tuhan, masa depan, akhirat, asal-muasal jagad raya. Paling tinggi mereka hanya akan tahu-memahami Tuhan dari tanda-tanda dan hukum-hukum dasarnya, sama seperti ilmuwan saat belajar memahami alam semesta ini..., bukan tahu karena pernah bertemu-melihat Tuhan, syurga atau neraka. Gambaran-gambaran mereka tentang Tuhan hanya lambang-metafora, perumpamaan, analogi yang tidak bisa dipahami secara tekstual-apa adanya.
Masalahnya, sekarang banyak penganut agama "karbitan", merasa serba tahu hanya karena telah sedikit belajar agama. Mereka merasa bisa-berhak menghakimi, menentukan mana yang benar dan yang salah, yang masuk syurga atau masuk neraka, yang membela dan yang menista agama. Ini jelas adalah tragedi, menunjukkan dengan gamblang kalau yang mereka dapat itu sejatinya bukan pengetahuan tapi hanya mitos, prasangka atau tahayyul yang menjerumuskan.
Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk. Pengetahuan harusnya mendatangkan kerendah-hatian, pengakuan kalau diri kita sebenarnya tidak tahu banyak bahkan tidak tahu apa-apa karenanya tidak pantas-berhak menghakimi, bukan malah sebaliknya, membuat kita menjadi sombong, merasa tahu segalanya, merasa pantas-berhak mewakili kehendak agama atau Tuhan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar