Rabu, 16 November 2016

Mahalnya Harga Prasangka





Dulu, waktu masih menjadi karyawan di sebuah klinik swasta, saya sering menjumpai pasien yang mengaku sudah berobat di Puskesmas tapi tidak sembuh juga, dia minta obat yang lebih bagus, lebih kuat, lebih ampuh atau lebih tinggi dosisnya.


Padahal standar dan prosedur pelayanan sebuah instalasi kesehatan di manapun juga sama, obat diberikan sesuai indikasi-kondisi medis. Dokter di klinik saya biasanya hanya mengganti kemasan atau merek obatnya saja, diganti yang kemasannya lebih keren, merek yang lebih bonafide, harga yang lebih mahal, serta memberinya tambahan suplemen atau vitamin. Kalaupun diberi obat yang lebih kuat, biasanya harus diperiksa-diinterview lebih lanjut-cermat sebab hampir pasti, semakin kuat-ampuh suatu obat akan semakin banyak kontra indikasi dan efek sampingnya, tidak semua orang boleh mengkonsumsinya.


Prasangka buruk sebagian masyarakat kita terhadap kualitas pengobatan di Puskesmas telah membuat mereka harus membayar lebih mahal dan menanggung resiko lebih tinggi untuk menyembuhkan sakit yang sama. Berobat di Puskesmas waktu itu hanya 5 ribu perak sementara berobat di klinik tempat saya bekerja, 10 kali lipatnya, padahal standar diagnosis dan obatnya sama, mungkin hanya lebih bagus di sisi pelayanan, nasihat tambahan dan keramahannya saja, sesuatu yang tidak esensial.


Pun demikian sebenarnya saat kita dihantui prasangka buruk terhadap etnis, ras, atau agama yang berbeda, kita pasti juga akan membayar "mahal", kita akan kesulitan untuk berlaku adil-obyektif, kehilangan banyak peluang-kesempatan untuk belajar dan peluang-kesempatan lainnya...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar