Jumat, 11 November 2016

Delusi dan Ego




Pernah suatu saat saya menanyai teman saya yang sangat cantik tapi selalu gagal membina rumah tangga, kawin cerai mulu, "apakah kamu gak istikharah dulu saat memilih mana lelaki yang terbaik dijadikan suami sehingga tidak terus-terusan salah pilih gitu?, jawabnya, "sudah siech tapi setelah dipilih dan dijalani, ujung-ujungnya ketahuan ternyata mereka brengsek semua".


Kenapa siech istikharah atau analisis dalam perkara jodoh biasanya tidak akan menghasilkan petunjuk atau kesimpulan yang benar gitu?, karena yang sedang kita hadapi adalah ego-hawa nafsu kita sendiri, petunjuk dari Tuhan-sang maha benar akan segera tertutup oleh petunjuk sesat-dari ego-hawa nafsu kita yang cenderung hanya menghendaki yang tampan, cantik, menarik atau kaya. Wajar saja teman saya itu selalu gagal memilih apa yang baik lha wong cara hidupnya "gitu", hedonik dan egois, angkuh, seleranya sangat tinggi.


Kenyataan sama sebenarnya terjadi untuk hal-hal yang terkait ego-hawa nafsu lainnya, apapun jika dihadapkan dengan harta, wanita, tahta atau agama, tetap akan cenderung menghasilkan petunjuk atau kesimpulan sesat, delusional. Yang penting kita sadar diri saja, jangan pernah merasa atau mengklaim kalau petunjuk atau kesimpulan yang kita dapat itu datangnya dari Tuhan-sang maha benar seperti yang biasa diklaim para agamawan-politisi kita sekarang saat mengambil suatu sikap atau keputusan tentang apa-apa yang maslahat bagi umat, bangsa dan negara.


Apa yang dialami teman cantik saya itu memberi pelajaran berharga bagi kita, menjadi cermin kalau kredibilitas petunjuk, kesimpulan atau sikap yang diambil seseorang termasuk agamawan dan politisi bisa dilihat dari sejauh mana tingkat pengendalian ego-hawa nafsunya, kalau untuk sekedar mengendalikan ego-hawa nafsu terdasar, amarah atau lawamah saja tidak mampu, adalah konyol jika kita percaya apa yang mereka katakan adalah sebuah kebenaran..., paling hanya sesuatu yang sedang didudukkan sebagai kebenaran...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar