Dulu saya mengira, marah, membenci, berperang karena agama itu betul adalah bagian dari ibadah, perintah Tuhan, sesuatu yang suci dan mulia. Saya gagal mengidentifikasi setan justru setelah fanatik mengikuti lembaga-ajaran yang mengklaim diri paling anti setan.
Sesaat kita marah, membenci atau berperang apapun alasannya, kesadaran kita sudah pasti lumpuh, kita sudah tak mungkin lagi bisa mengenali kehendak (hakiki) Tuhan, akal termanipulasi, hati tertutup dan mati. Kita hanya akan dibanjiri energi-kekuatan, bukan bimbingan pada kebenaran. Energi itu seperti kekuasaan, cenderung korup. Energi tidak dibutuhkan untuk memahami kebenaran bahkan sebaliknya, kita akan mudah terperosok karenanya, menjadi spekulatif, mudah mendudukkan apapun sebagai kebenaran termasuk tahayyul, angan-angan, prasangka, keinginan, kesesatan, setan.
Tidak mungkin Tuhan mengajarkan sesuatu yang justru akan menjauhkan manusia dari kebenaran, dari kemampuan memahami sifat dan kehendaknya. Semua hal yang melumpuhkan kesadaran itu pasti datang dari setan. Tragisnya, sekarang ini, yang dominan melumpuhkan kesadaran sering justru adalah agama. Kenyataan yang mengakibatkan-jangankan agama "perang", agama "damai" saja bisa memicu perang. Sulit dibantah kalau tingkat kesadaran orang-orang relijius ITU hanya setara orang mabuk, sangat lemah. Namanya juga orang mabuk, disenggol sedikit aja bisa membuatnya jadi pembunuh. Bedanya apa preman mabuk yang ngamuk karena disenggol saat joget dangdut dengan orang relijius yang ngamuk saat doktrin agamanya sedikit dikritisi...?, tidak ada. Ketidaksadaran adalah sumber dari segala sumber kejahilan dan kezaliman. Tanpa ditopang kesadaran, ajaran agama yang baik sekalipun belum tentu memicu hal yang baik bahkan sebaliknya, bisa memicu keburukan lebih besar atas nama kebaikan itu.
Agama (yang benar) itu seumpama bahasa krama inggil. Kita tidak mungkin bisa marah-marah dengan menggunakan bahasa krama inggil. Sesaat kita menggunakannya, amarah kita pasti akan dan harus turun..., ego-hawa nafsu kita takkan bisa terekspresi-terwakili oleh bahasa krama inggil. Pun dengan agama, kalau dengan beragama tak membuat ego-hawa nafsu kita otomatis turun-kesadaran naik, agama itu sudah pasti salah secara esensi, tidak akan membawa pengikutnya pada kebenaran, jalan lurus, surga, Tuhan.
Mengorbankan kesadaran bahkan demi sesuatu yang nyata benar dan baiknya saja berpotensi berbahaya apalagi demi sesuatu yang masih hanya bisa diimani benar dan baiknya. Agama (yang benar) tidak mungkin membangun iman dan ketakwaan pengikutnya dari lumpuhnya kesadaran..., sebab justru kesadaranlah sumber hakiki kebenaran itu sendiri. (Pendiri) agama yang dominan menggunakan strategi pelumpuhan kesadaran demi mendapat pengikut hanya handak menipu, memanipulasi, menguasai orang lain demi kepentingan dirinya sendiri, dengan mengatasnamakan Tuhan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar