Klaim sekaligus pandangan yang konyol sekali, dangkal, mereka hanya sedang bermimpi, berkhayal bahkan beronani tentang akidah dan tauhid. Jelas mereka itu ibarat kata pepatah, "lepas dari mulut harimau, jatuh ke mulut buaya", merasa telah terlepas dari kekeliruan padahal yang terjadi hanya berpindah dari satu kekeliruan ke kekeliruan yang lain yang bahkan sering lebih parah..., mereka masih ada di tempat yang sama, tidak sedang berhijrah kemanapun tapi mengira sudah sedemikian pergi jauh, telah lurus, menjadi pemilik kebenaran. Kejahilan batin menjadi pemicu semua itu.
Bahkan menyembah Allah, Tuhan Yang Esa, Sanghyang Tunggal, Maha Dewa, tetap masih akan bernilai menyembah berhala jika definisi-gambaran kita tentangnya masih hanya atas dasar dogma, pikiran, angan-angan, perasaan atau prasangka kita. Nama Allah hanya akan menjadi label, baju, sarana menutupi kepalsuan, sama seperti tas buatan Cibaduyut yang dilabeli Hermes. Kita sendirilah-ego kita yang akhirnya menjadi pencipta Tuhan untuk kemudian kita sembah sendiri, sementara Tuhan sebagai esensi, ditinggalkan jauh.
Tuhan itu seperti buah anggur, hanya orang yang pernah memakannya yang akan mampu mendefinisikan rasanya dengan tepat. Siapapun yang pernah memakannya, tidak peduli apa agama, etnis atau bangsanya, pasti akan memiliki "ruh" definisi yang sama, hanya gaya atau susunan kata-katanya saja yang mungkin berbeda. Tuhan itu seperti orang NGANU, bagi saya yang masih bujang tingting, polos, tanpa dosa dan belum tersentuh kotornya zaman ini, tentu hanya akan jadi misteri, segala definisi, cerita dan gambaran tentangnya masih berstatus tahayyul dan bid'ah belaka. Saya boleh saja mendengar atau membaca cerita-definisi tentangnya dari teman saya yang sudah kulino NGANU, tapi tetap saja itu tak bisa menandingi luas dan lengkapnya pengetahuan yang didapat saat saya mempraktekkannya langsung.
Cukup dengan sekali kita merasakan hadirnya Tuhan dalam hidup kita, itu lebih bernilai daripada seumur hidup kita mempelajari teori atau "cerita" tentangnya. Selamanya kita akan tahu jalan, akan bisa menyusun definisi tentangnya dengan tepat, akan bisa mantauhidkan atau mengesakannya, akan terhindar dari sirik-berhala. Tuhan, kebenaran, surga hanya bisa dimengerti, didefinisikan dan digapai melalui "jalan-laku" pengendalian ego, raga, pikiran, angan-angan..., agama yang tidak menjadikan itu sebagai akidah dan syariat utama, tidak akan pernah bisa membawa pengikutnya kepadanya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar