Tapi setelah apa yang kubayangkan itu ternyata betul terjadi, ada perasaan aneh yang tiba-tiba datang menyeruak, sangat spiritual. Perasaan cinta penuh gairah yang tadinya meledak-ledak, berubah menjadi perasaan sayang sebagai teman, sahabat atau keluarga yang murni, tidak ada dendam atau sakit hati biarpun terang telah disewiyah-wiyah. Segala hal dari dia yang tadinya tampak indah, cantik, seksi, mempesona..., senyumnya, tawanya, rambutnya, pipinya, susunya, pinggulnya, kakinya, menjadi tak mampu berbicara apa-apa lagi, berganti seperti melihat kakak, adik atau saudara perempuan sendiri, yang kuharapkan darinya hanya kebaikan dan kebahagiannya semata.
Cinta suci diuji saat semua unsur ego kita di dalamnya tercerabut..., jika setelah itu masih menyisakan cukup banyak cinta sebagai teman, sahabat, keluarga atau sesama manusia di hati kita, berarti cinta kita betul suci. Sebaliknya, jika itu juga tercerabut, sejatinya kita hanya sedang mencintai ego kita akan seorang wanita bagaimanapun syahdu dan suci perasaan cinta kita. Kita hanya sedang berdelusi tentang cinta, kita seorang pragmatis-oportunis, hanya menjadikan ego kita sebagai pusat-tujuan-sesembahan, yang lainnya hanya dijadikan alat.
Betul kata Yesus, bahkan cukup dengan kita menginginkan seorang wanita (yang bukan hak kita) saja sudah (terhitung) berzina. Terlalu idealis kelihatannya, tapi memang harus begitu. Pada akhirnya keimanan dan moralitas kita bisa diukur dari sejauh mana respon tubuh-pikiran kita akan sesuatu yang hakikinya (mengarah pada) keburukan-dosa atau sebaliknya, kebaikan-pahala. Kalau kita tidak menggigil ketakutan saat hendak menzalimi-memfitnah, ngehoax, menganiaya, membunuh, nggarong, nyolong, korupsi, horni melihat istri tetangga mung nganggo NGANU dll, berarti kita sebenarnya masih belum cukup beriman dan bermoral, pun demikian kalau kita tidak bergembira-berbahagia saat melakukan sesuatu yang baik..., iman dan moralitas kita masih hanya sebatas di mulut, penampilan, perasaan atau klaim..., masih ada di sisi terdangkal dari diri kita, belum diafirmasikan-diwirid kuat apalagi didasari pengetahuan-kawruh-kesadaran tinggi.
Jadi ingat istri tetanggaku dulu, orangnya cantik, seksi, bahenol..., gaya berpakaiannya mirip artis, gaul dan up to date, selalu bikin deg-degan. Kalau dia mandi tidak di kamar mandi tapi di sumur yang hanya dipagari daun kelapa seadanya. Dari jendela kamarku ini akan terlihat jelas, cetho welo-welo MENDONONG termasuk NGANUNYA saat dia mandi. Bagaimanapun dia telah mengajarkan padaku akan arti hakiki iman dan moral, dia telah meruntuhkan egoku, membuatku sadar, iman dan moralku (dulu) ternyata masih lemah dan palsu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar