Banyak orang relijius sekarang mengira dirinya telah berhijrah, mendapat hidayah atau telah ditunjukkan ke jalan yang lurus padahal yang sering terjadi justru sebaliknya, sedang berbalik ke belakang, berdelusi tentang hidayah, terjerumus ke dalam jalan sesat. Tandanya kentara sekali, egonya makin meninggi, empatinya makin melemah, gagal menjadi rahmatan lil'alamin. Mereka dengan pede bahkan sombongnya sering menghakimi orang lain summun-bukmun-umyun, tuli-bisu-buta mata hatinya padahal dirinyalah sendiri yang sebenarnya seperti itu.
Kenyataan yang menunjukkan kalau obsesi atau kesarakahan bahkan dalam beragamapun akan berakibat buruk-menyesatkan, tetap akan membuat indra kita tekacaukan, nalar dan hati kita melumpuh, mengeruh, tertutup atau bahkan mati..., membuat kita kesulitan memahami hakikat kebenaran, kesulitan memahami bahkan hanya sekedar istilah-istilah dasar dalam agama. Mereka obsesif-serakah dalam beragama sehingga membuat ego-hawa nafsu mereka dengan segera merampas-mengambil alih definisi apapun tentangnya..., membuat mereka akhirnya tersesatkan justru oleh sesuatu yang harusnya meluruskan..., membuat mereka terus terperangkap dalam mimpi, ilusi, delusi bahkan halusinasi tentang kebenaran, gagal sadar, gagal "bangun", gagal "hidup", gagal makrifat atau tercerahkan.
Hijrah adalah beralihnya kita ke kesadaran, kawruh-makrifat-pengetahuan dan keadilan yang lebih tinggi, bukan malah sebaliknya, beralih ke kemabukan, kebodohan dan kezaliman yang lebih dalam. Hidayah atau petunjuk akan jalan lurus itu datang dari nalar dan hati kita, jati diri kita, dari kesadaran lebih tinggi kita, dari "Gusti" yang bersemayam dalam diri kita..., dia hanya bisa didapat dari "laku-tarikat" pengendalian ego-hawa nafsu, dari pengheningan-penyucian-pengosongan diri, dari pelepasan kemelekatan terhadap dunia, budaya bahkan agama..., dia datang saat kita mampu memandang dunia secara netral-apa adanya, tanpa tendensi apapun sebagaimana ilmuwan memandang dunia..., bukan datang dari dogma, pikiran, mitos, tahayyul, obsesi, prasangka, indoktrinasi apalagi dari ego-hawa nafsu kita. Kalau ada orang setelah berhijrah malah jadi takut atau membenci anjing, salib, patung, orang yang tak seagama dsb, berarti hijrahnya bukan ke depan melainkan ke belakang. Kalau ada orang mengklaim telah mendapat hidayah atau telah ada di jalan yang lurus tapi dia fanatik dan egois itu tragis, klaimnya itu jelas terbantah perilakunya sendiri.
Istilah hijrah, hidayah dan jalan lurus mungkin saja datang dari agama tapi secara esensi sebenarnya tidak ada kaitannya dengan agama bahkan agamalah yang sering justru menjadi penghalang terbesarnya. Dia semata terkait dengan apa yang baik atau maslahat-kecilnya bagi diri pribadi, keluarga atau etnis kita, besarnya bagi bangsa atau umat manusia secara keseluruhan. Bisa jadi itu berujud petunjuk untuk memeluk agama, aliran agama atau cara beragama tertentu, tapi lebih sering tidak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar