Salah satu akidah yang banyak dipegang orang "relijius" sekarang adalah kafir pasti bodoh, jahat, sesat, sial..., intinya, makhluk yang dikutuk Tuhan, harus dibenci, dimusuhi bahkan kalau perlu, ditindas dan dibinasakan.
Akidah yang jelas memicu konsekwensi parah, kejahilan dan kezaliman..., akan membuat mereka-orang relijius itu melihat kafir yang pintar, baik, lurus, atau beruntung sebagai "teror" besar. Mereka akan berusaha menyangkal atau menutupi realitas itu dengan segala cara. Mereka akan memprovokasi kafir agar tetap mau menjadi seperti yang mereka prasangkakan, akan terus "memeras" moral mereka. Mereka akan girang sekali kalau ada kafir masuk penjara atau ada orang beriman dianiaya kafir, iman mereka akan bertambah, bagi mereka, itulah bukti akidah mereka benar. Jika itu tak berhasil, mereka akan berusaha menghibur diri dengan menghakimi itu semua (kepintaran, kebaikan, kelurusan, keberuntungan) sebagai sesuatu yang tidak penting, yang penting akhirat, kata mereka, seburuk-buruknya orang beriman akan masuk surga, sebaik-baiknya kafir masuk neraka!.
Akidah yang tragis sebenarnya..., memang di satu sisi, akidah itu akan menguatkan identitas-solidaritas kelompok, menjadi alat motivasi, indoktrinasi, agitasi, provokasi ampuh..., nurani kita tidak akan mau menganiaya, menyerang, menindas, mendiskriminasi orang tanpa terlebih dulu diberikan label atasnya kata bodoh, jahat, sesat, sial, kafir. Tapi di sisi lain, jika salah menempatkannya, akidah itu akan membawa kutukan, bencana, azab yang keras.
Kita tidak mungkin membenci sesuatu tanpa diikuti membenci segala hal yang terkait dengannya. Masalahnya, kafir sekarang justru pinter-pinter, baik, lurus, beruntung, maju, beradab, kaya..., membenci kafir sulit untuk tidak dimaknai alam bawah sadar kita sebagai instruksi untuk membenci sekaligus memblokir kepintaran, kebaikan, kelurusan, keberuntungan, kemajuan, keberadaban, kekayaan datang dalam hidup kita..., konsekwensi yang akan membuat justru apa yang dihakimkan kita buruk pada orang lain, menimpa pada diri kita sendiri, yang menghakimi.
Bencilah apa yang secara esensi buruk, bukan membenci apa yang hanya dimitoskan, diprasangkakan atau didogmakan buruk..., kalau belum atau tidak tahu itu, jangan serakah, lebih baik tidak usah membenci. Membenci tanpa dasar kawruh hanya akan menghalangi kita dari sangat banyak anugrah termasuk anugrah kebaikan, kebenaran, kekuatan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar