Jumat, 19 Januari 2018

Yang Dibenci, Membentuk Realitas Diri



Waktu masih menjadi orang relijius dulu, saya ini, jangankan melihat tempat ibadah agama lain, babi atau anjing, melihat bangunan bergaya Eropa, barang seni dari China atau Jepang, atau melihat orang memakai nama Barat saja jadi illfeel tingkat dewa, saya seolah melihat "syaitonnirrojiem", sangat tidak nyaman, timbul rasa benci dan muak tak terkira.


Apa yang kita benci, itulah juga yang akhirnya akan membentuk siapa diri kita. Rasa benci itu seperti halnya rasa cinta, asosiatif sekali, mengait dan melebar. Saat kita membenci orang yang kita anggap kafir, segala hal yang terkait dengannya, akhirnya akan juga kita benci. Yang jadi masalah, kafir sekarang itu pinter-pinter, kaya, maju dan beradab..., akibatnya fatal, saat kita membencinya, mau-mau tidak mau, suka tidak suka, kita pasti akan juga membenci kepintaran, kekayaan, kemajuan dan keberadaban, atau minimal, merendahkan maknanya, bersikap sinis atau nyinyir, menghakimi itu tidak atau kurang penting..., sikap yang akan memicu "mental block", membuat alam bawah sadar kita mencegah atau memblokir datangnya kepintaran, kekayaan, kemajuan dan keberadaban pada diri kita.


Jadi, dimengerti saja kalau ada orang relijius sekarang begitu membenci etnis, ras, budaya, partai, bangsa tertentu atau bahkan membenci topi santa, terompet, kembang api atau pohon cemara. Alam bawah sadar mereka telah mengasosiasikan itu semua dengan kekafiran. Pengasosiasian yang berujung pada diambil-alihnya persepsi sadar mereka, membuat mereka  "mabuk", merasa tidak nyaman, terganggu dan terteror untuk sesuatu yang hanya hayalan, pikiran, prasangka mereka sendiri. Kafir (non Islam) dalam Islam selalu diidentikkan dan dicitrakan dengan keterbelakangan, kesesatan, kezaliman, keburukan, sulit bagi orang Islam manapun untuk akhirnya tidak membencinya.


Jepang saat dikalahkan Amerika, bukannya jadi membenci, memusuhi dan mendendam, tapi justru kemudian menjadikannya teman-sekutu..., hanya dalam beberapa puluh tahun setelahnya, Jepang sudah mampu menyamai Amerika, menjadi besar, kuat dan maju. Sunan Kalijaga saat dikalahkan Sunan Bonang, bukannya menjadikannya musuh abadi, malah menjadikannya guru sejati..., sekarang, alam pemikiran Sunan Kalijaga, mendominasi relijiusitas orang Jawa. Jepang dan Sunan Kalijaga adalah cermin bangsa-orang yang mau dan mampu meruntuhkan egonya sendiri, menyadari-mengakui kelemahannya sendiri sehingga berujung pada kekuatannya.


Bahkan membencipun perlu ilmu, perlu kawruh..., tanpa dasar itu, membenci akan sering berarti melemahkan, merendahkan, menyesatkan, menjerumuskan diri kita sendiri..., menutup diri kita dari petunjuk, berkah dan anugrah. Bencilah hanya sesuatu yang secara hakikat buruk, bukan membenci sesuatu yang hanya kita prasangkai buruk...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar