Rabu, 17 Januari 2018

Azab dan Kawruh



Byzantium (Romawi Timur) di era Kaisar Leo III ketika terdesak tentara Islam, berfikir mereka kalah karena sudah tidak konsisten lagi menjalankan perintah agama (Kristen) terutama larangan membuat patung atau berhala. Pun demikian dengan umat Islam (terutama Wahabi, Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir), berfikir umat Islam mundur karena sudah tidak berpegang lagi pada Islam yang asli, Qur'an dan Sunnah, terlalu banyak berbuat bid'ah dan syirik. Kenyataan yang mirip terjadi di Nusantara, tiap kali ditimpa musibah atau pralaya, konon katanya itu disebabkan masyarakat telah lalai, sudah tidak lagi menjalankan ibadah, adat, ritual atau ajaran leluhur.


Orang yang sedang hanyut, rumputpun akan dipegangnya juga tidak peduli itu akan menyelamatkannya atau tidak. Itulah ungkapan yang pas untuk menggambarkan fenomena-sikap "umum" orang-orang relijius itu. Kekalutan karena kejatuhan yang harusnya disikapi dengan introspeksi, kontemplasi, berfikir, menurunkan ego, malah disikapi dengan berspekulasi, berprasangka, menghakimi, memuncakkan ego. Akibatnya fatal, musibah bukannya mendatangkan hikmah dan berkah malah akhirnya memicu musibah yang lebih banyak lagi. Agama yang seharusnya mencerahkan, membebaskan, membangkitkan, malah justru sebaliknya, menjahilkan, menjumudkan, menjerumuskan, menjadi pemicu dan pelestari musibah.


Kebenaran-apa yang baik bagi seseorang, suatu masyarakat atau bangsa itu hidup, berubah dan berkembang. Apa yang baik-memberi kekuatan atau kemajuan pada masa lalu dan di suatu tempat belum tentu akan memberi hal yang sama di masa kini dan di tempat lain. Mengambil kesimpulan akan selamanya baik-memberi kekuatan adalah konyol, cermin kegagalan kita memahami akar sekaligus hakikat agama, membaca-memahami-mengalirkan diri dengan arah, kehendak, hukum-hukum dasar alam semesta-Tuhan.


Kejatuhan, kemunduran, kekalahan, musibah, azab itu sepenuhnya sunatullah, mengikuti arah, kehendak dan hukum-hukum dasar alam semesta, tidak ada hal supranatural apapun terlibat di dalamnya, bisa dipahami penyebabnya dengan akal-sains dan hati-persepsi spiritual kita. Tidak perlu kembali ke mana-mana, ke ini-itu sebagai solusi agar bisa bangkit kembali, kembalilah ke diri kita sendiri, pada kesadaran kita...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar