Jumat, 12 Januari 2018

Doa, untuk Kekuatan atau Kebenaran?



Kalau yang kita harapkan dari doa atau ibadah adalah kekuatan atau energi, semakin banyak peserta doa atau ibadah, akan semakin banyak kekuatan-energi yang akan terbangkit, terkumpul dan menggema-beresonansi, mempengaruhi realitas diri, menggetarkan alam semesta..., akan semakin banyak pula keinginan, harapan hingga ego-hawa nafsu kita akhirnya terpenuhi atau terwujud menjadi kenyataan. Pernah menonton film Avatar (terutama pada adegan pemindahan spirit) atau metode wirid-zikir aliran toriqoh tertentu...?. Itulah gambaran sempurna efek dari doa, mantra dan tarian yang dilakukan oleh banyak orang dan ritmis (berirama-teratur), akan memicu naik teraturnya tingkat energi hingga akhirnya memicu klimaks atau ledakan energi.


Tapi kalau yang kita harapkan dari doa, ibadah atau relijiuasitas kita adalah hidayah-petunjuk akan kebenaran atau jalan lurus, keselamatan, tergapainya kesadaran-pengetahuan yang lebih tinggi, terhubungnya kita dengan jati diri kita, Gusti kita, Dewa kita, alam semesta kita, justru sebaliknya, semakin sedikit peserta doa dan semakin hening atau sepi, akan semakin baik, semakin memungkinkan didapatnya hidayah-petunjuk akan kebenaran atau jalan lurus itu. Cara berdoanya kaum Sufi, biarawan atau pertapa yaitu dengan menyepi, berkhalwat atau uzlah di tengah gurun, goa, hutan atau gunung adalah contoh sempurna doa yang akan membawa pada pemahaman akan hakikat kebenaran-jalan lurus.


Masalahnya sekarang, banyak orang relijius terus terpaku hanya pada satu jenis-cara-metode doa atau ibadah. Ironis sebenarnya, sebab itu akan memicu ketidakseimbangan hasil akhir dari relijiusitas. Pada saat umat atau masyarakat sangat memerlukan dimengertinya hakikat kebenaran atau jalan lurus, keselamatan, mereka justru ngotot memilih hanya membangun kekuatan-energi, sesuatu yang sudah tidak begitu diperlukan di jaman akal-sains dan hati-spiritual semakin menentukan kuat-tidaknya, terhormat-tidaknya suatu masyarakat, kaum atau bangsa. Akibatnya fatal, energi berlebih mereka malah akhirnya merusak diri mereka sendiri, tidak termanfaatkan dengan baik, sementara kebenaran atau jalan lurus yang mereka obsesikan, semakin menjauh. Kuat tapi tidak benar, tidak terbimbing itu tidak akan membawa umat dan dunia menjadi lebih baik.


Sekarang umat beragama lebih butuh untuk menyepi, menghening, mengasingkan diri, introspeksi, tafakur, muhasabah, bukan berkerumun atau berjamaah apalagi sambil berteriak-teriak. Era kekuatan iman-fisik-emosional-sugesti sudah berakhir, jangan terus berdelusi, percaya sesuatu yang pernah sangat efektif di masa lalu, akan terus selamanya efektif...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar