Salah satu "saran" politis-diplomatis Arab Saudi kepada Iran adalah Iran hendaknya mengikuti agama aslinya sendiri (Majusi/Zoroaster) ketimbang mengikuti agama bangsa lain (Islam).
Mungkin saran itu semata didasari ketakutan Arab Saudi yang Sunni-Salafi kalau Mekah dan Madinah akan direbut Iran yang Syiah..., Iran yang non Muslim pasti akan membuat Arab Saudi lebih aman daripada Muslim tapi Syiah..., tapi bagaimanapun saran itu memang secara esensi tepat jika dipandang dari persepsi spiritual. Majusi atau Zoroaster lahir dari tanah dan bangsa Iran sehingga otomatis akan menjadi lebih "tahu" apa yang terbaik, mensadarkan, mencerahkan bagi bangsa Iran.
Kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita (sebagai sumber-asal datangnya agama-kebijaksanaan) mempersepsikan apa yang terbaik itu sangat dipengaruhi-terikat pada (parameter) tempat, waktu, budaya, etnis, bangsa, situasi dan kondisi. Karenanya, konsekwensinya, kebenaran (agama) menjadi sangat relatif dan memiliki lingkup-jangkauan yang terbatas. Islam adalah cermin apa yang dipersepsikan terbaik di tanah Arab (pada 14 abad lalu), Yahudi di Israel, Majusi di Iran, Hindu di India, Konghuchu di China, Shinto di Jepang.
Setiap bangsa, setiap etnis, setiap tempat, setiap masa, memerlukan agamanya sendiri-sendiri, tidak ada agama yang bisa universal. Semakin universal suatu agama justru akan semakin tidak mampu menangani kebutuhan spesifik pemeluknya. Yang bisa universal adalah apa menjadi dasar-yang memicu agama itu datang yaitu spiritualitas. Kalaupun ada suatu agama ingin diuniversalkan, itu harus secara keras dimodifikasi-perbaharui, disesuaikan dengan "kebutuhan" lokal, Hindu Jawa/Bali atau Islam Nusantara itu contoh sempurna..., bid'ah...?, bid'ah yang datang dari kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita justru akan mendatangkan berkah, dialah yang akan menjaga agama tetap terjaga tujuan hakikinya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar