Minggu, 30 April 2017

Agama dan Hati



Orang Islam tidak makan babi, orang Hindhu tidak makan sapi, orang Kristen tidak makan merpati, orang Buddha tidak makan hewan apapun.

Kalau kita pernah menjalani "laku" spiritual, riyadoh, salat hajat, istikharoh, meditasi atau yang lainnya, tentu kita akan tahu alasannya. Sama seperti saat saya dan anda melakukan salat hajat untuk tujuan sama misalnya minta rejeki lancar, petunjuk-inspirasi yang didapat hampir pasti akan berbeda, mungkin saya akan mendapat petunjuk untuk bertani, sementara anda berdagang, disesuaikan dengan bakat dan peluang terbaik bagi masing-masing diri kita saja. Demikian juga dengan aturan atau syariat agama tentang apa yang tidak boleh dimakan, menjadi seperti "itu" mungkin disebabkan dulunya babi sering membawa wabah penyakit, sapi membawa begitu banyak manfaat, merpati memberi inspirasi dan daging hewan apapun menghalangi seseorang dari khusuk bermeditasi. Hanya "bahasa" halal-haram, suci-kotor, menginspirasi-mengintimidasi, menenangkan-mengacaukan, syurga-neraka yang membuat orang secara efektif mau mengikuti petunjuk yang didapat para pembawa agama itu.

Agama adalah "potret" persepsi-petunjuk hati pembawanya akan apa-apa yang terbaik bagi dirinya, keluarganya, masyarakatnya, atau tertingginya, umat manusia secara keseluruhan pada satu waktu, satu tempat dan satu situasi-kondisi. Karenanya, tidaklah begitu perlu mempertanyakan-memperdebatkan benar-tidaknya, masuk akal-tidaknya aturan atau syariat suatu agama. Yang sangat perlu dipertanyakan adalah apakah aturan atau syariat itu masih relevan dengan waktu, tempat, situasi dan kondisi obyektif kita sekarang yang sudah pasti berbeda dengan waktu, tempat, situasi dan kondisi saat agama itu muncul. Hanya akal yang kuat dan hati yang suci-terbuka yang mampu memahami itu.

Berusaha ekstrim menganggap-memaksakan aturan agama berlaku sepanjang waktu, di setiap tempat dan masyarakat itu seumpama saya berusaha memaksa anda untuk bertani hanya karena saat salat hajat, saya mendapat petunjuk agar saya bertani..., kemungkinan besar bukannya membuat rejeki anda ikut lancar malah makin seret..., bukanya membawa penganutnya pada kemaslahatan malah sebaliknya, kemudaratan..., wajar saja, saya dan anda, dulu dan sekarang, Arab, India, Eropa dan Indonesia itu berbeda sehingga sudah pasti menuntut perlakuan berbeda pula...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar