Minggu, 26 Maret 2017

Ego Kita, Aqidah Kita




Di mana tingkat ego kita diletakkan, di situ kemurnian tauhid atau aqidah kita terukur, makin rendah ego kita diletakkan, makin tidak murni tauhid kita. Yang pernah menjalani tradisi-praktek spiritual pasti memahami itu.


Sepanjang ego kita masih diletakkan di titik terendah, di diri pribadi kita, daging-fisik kita, syahwat kita, harta, wanita atau tahta..., kita bermeditasi atau menjalani tarekatpun, yang akan kita dapat hanya petunjuk-pengetahuan untuk mendapatkan itu semua..., dan petunjuk-pengetahuan itu tentu, sering akan sangat "liar", tidak peduli baik atau buruk, melanggar agama-hukum atau tidak. Orang Jawa jaman dulu kalau bertapa dengan maksud mencari kekayaan atau kekuasaan, biasa mendapat petunjuk untuk menumbalkan anak atau orang tuanya, darah 40 perawan hingga kepala 100 pandita/ulama, wajar saja, itulah "olah raga-penguji batin" terhebat, siapa yang kuat-mampu mengorbankan itu, secara batin akan kuat-mampu pula melakukan apa saja demi mendapat kekayaan atau kekuasaan..., lihat Nabi Ibrahim, petunjuk untuk mengorbankan putranya Ismail dan dilaksanakannya dengan sepenuh hati adalah cermin kuatnya ego-hasrat dia untuk dekat dengan Allah-menjadi Nabi sehingga ego dia akan diri-keluarganya sanggup diabaikannya..., atau lihat perilaku banyak politisi kita sekarang, sering berubah 180 derajatnya perilaku mereka, menjadi sangat egois-pragmatis-oportunisnya mereka, mengorbankan idealisme akan kerakyatan, demokrasi, kebangsaan, humanisme, toleransi, mencerminkan betapa kuatnya hasrat-ego mereka akan kekuasaan.


Sepanjang ego kita masih diletakkan di titik terendah, di diri pribadi kita-harta, tahta, wanita..., di keluarga kita, agama kita, etnis kita, ras kita..., tauhid murni itu hanya akan menjadi delusi, hanya akan merupakan proyeksi pikiran, prasangka, hawa nafsu kita saja...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar