Minggu, 05 Juni 2016

Yang Beriman, yang Berkekuatan




Saat kekeringan atau kemarau panjang melanda, di daerahku ada dua ritual atau tradisi berbeda dalam menyikapinya-meminta diturunkannya hujan. Yang satu (di kampung saya) melaksanakan salat minta hujan (istisqo) berjamaah di masjid atau lapangan terbuka diikuti istighotsah-wirid-zikir-doa bersama. Sementara yang satu lagi (kampung tetangga saya) melaksanakan upacara "cowongan", upacara adat Jawa meminta-mendatangkan Dewi Sri agar segera diturunkan hujan. Beberapa saat atau hari setelah diadakan salat istisqo atau upacara cowongan, biasanya langit akan menjadi mendung diikuti dengan hujan atau paling tidak, gerimis.


Kenyataan yang mencerminkan kalau realitas atau hakikat kebenaran itu satu meskipun syariatnya bisa saja sangat jauh berbeda. Yang meminta hujan dengan melakukan ritual salat istisqo hakikatnya sama dengan yang meminta hujan dengan ritual-upacara cowongan, sama-sama sedang membangkitkan prana-energi Ilahiyah manusia..., sama-sama sedang berusaha memodifikasi-mempengaruhi alam semesta, sama-sama akan "didengar" dan dikabulkan Tuhan.


Saat kita mampu membaca realitas atau hakikat kebenaran, rasa hormat kita pada perbedaan pasti akan tumbuh. Karena memang, perbedaan seringkali hanya masalah "baju" yang tidak perlu dipermasalahkan apalagi dipertentangkan. Yang mempermasalahkan atau mempertentangkannya akan rugi sendiri, mereka akan kehilangan banyak kesempatan dan energi yang seharusnya bisa digunakan untuk kebaikan diri dan iman mereka sendiri.


Yang akhirnya paling berkekuatan, paling dekat dengan Tuhan-paling mendapat berkat dan rahmatnya adalah yang paling beriman, paling khusuk doanya, paling "gentur" tapa atau tirakatnya dan yang paling menyadari-mengakui kelemahan atau ketidakberdayaannya, bukan yang memeluk suatu agama atau kepercayaan tertentu. Jangan merasa aman dan benar hanya karena kita telah beragama tertentu..., itu masih belum punya nilai apa-apa di hadapan hakikat kebenaran...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar