Hanya dengan "mentirakati", mempelajari sisi spiritual dari agama kita akan bisa memahami hikmah-rahasia agama-agama untuk kemudian menafsirkan dan mendudukkannya di tempat yang semestinya, tempat yang paling akan membawa kemaslahatan bagi umat dan masyarakat secara keseluruhan.
Kita akan menjadi tahu mana sisi ajaran agama yang memiliki kebenaran mutlak, abadi dan universal dan mana yang hanya memiliki kebenaran relatif, terikat konteks, waktu, situasi, tempat, budaya dan pandangan subyektif pendiri atau penafsirnya. Kita akan tahu apa itu sejatinya wahyu, pahala-dosa, setan-malaikat, berkah, wasilah, mukjizat, karomah, tauhid, hidayah dan berbagai terminologi agama lainnya sehingga kita tidak terus menjadikan agama hanya sebatas teori, tahayyul dan jargon tanpa makna, tanpa keterhubungan dengan yang hakiki. Yang sering hanya diucapkan dan diperdebatkan tapi tak pernah dipahami dan "dirasakan" spirit-jiwanya. Kita akan tahu rahasia-hikmah dibalik pandangan ketuhanan, tata perilaku, tata cara ibadah hingga ritual fase-peristiwa kehidupan semua agama sehingga timbul rasa hormat-toleransi yang ikhlas tanpa syarat.
Agama tanpa spiritualitas itu ibarat orang buta memandang gajah, hampir pasti akan berujung pada spekulasi, bid'ah dan tahayyul..., hampir pasti akan memunculkan pandangan yang parsial, tidak lengkap bahkan egoistis, sesuai selera dan persepsi pemandangnya..., hampir pasti akan memicu kekakuan, kesombongan, kezaliman hingga kesesatan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar