Agama adalah ajaran tentang pembatasan-pengendalian-kezuhudan bukan ajaran tentang pengumbaran-keserakahan. Agama yang tidak memicu pengikutnya membatasi-mengendalikan-menzuhudkan diri, secara esensi jelas tidak bisa disebut sebagai agama, lebih tepat kalau itu disebut ideologi tradisi atau budaya..., atau agama yang ditafsirkan secara salah.
Mengapa pembatasan?. Wajar saja, karena pembatasan-kemampuan membatasi itu memerlukan energi mental-spirital yang tinggi, siapa yang gemar melatihnya, pada akhirnya akan memiliki "kesadaran", energi spiritual, prana atau chi yang tinggi pula..., sama seperti binaragawan yang akhirnya memiliki energi fisik yang kuat setelah sekian lama melatih otot-otot tubuhnya.
Kuatnya energi otot akan membuat kita digdaya, lebih mungkin "ngasorake", menang melawan musuh fisik..., sementara kuatnya kesadaran-energi spiritual membuat kita "menang tanpa ngasorake", "sugih tanpa banda", "digdaya tanpa aji", nglurug tanpa bala". Hidup kita akan senantiasa "terbimbing", terdukung, terlindungi, selalu melangkah di jalan yang lurus, benar, baik, tepat dan efisien, tujuan hakiki agama.
Sekarang ironis, banyak orang merasa dan mengklaim relijius tapi justru menunjukkan gejala kurang bisa membatasi-mengendalikan-menzuhudkan diri..., mereka lebih egois, mudah marah, mengamuk, iri hati, berprasangka buruk dan lebih serakah (baik terhadap harta, tahta atau wanita). Mereka tertipu, mengira sedang mendekat pada agama atau Tuhan padahal yang terjadi sebaliknya, sedang menjauh dari esensi agama atau Tuhan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar