Senin, 10 Oktober 2016

Sikap Baik Menghasilkan Energi Baik




Bapak saya dulu kalau hendak memotong ayam, kelinci, kambing atau ternak apapun biasanya akan memperlakukan mereka-hewan yang akan dipotong itu dengan sangat baik, dikasih makan dan minum yang cukup dan enak-enak, dibelai, pokoknya tidak membiarkannya lapar, sakit, marah, takut, stress atau tersiksa menjelang akhir hidupnya.


Dulu siech saya memandang perlakuan Bapak saya itu konyol, gak ada gunanya, untuk apa dibaiki kalau akhirnya toh dipotong juga..., begitu pikir saya. Tapi sekarang saya mengerti hikmahnya, saya juga mengerti mengapa orang di negara-negara maju biasanya akan memperlakukan ternak dengan sangat baik, misalnya dengan memingsankan dulu hewan yang akan dipotong. Praktik yang kelihatannya sangat sekuler tapi sebenarnya sangat relijius-spiritual. Ironisnya, praktik baik ini justru sering ditentang oleh orang yang mengaku agamis, menganggap perlakuan itu tidak sesuai dengan yang diajarkan agama.


Energi buruk dari rasa sakit, marah, takut, tersiksa, stress yang terjadi menjelang hewan dipotong itu akan mengendap dalam daging hewan itu, akan berpindah- membawa pengaruh buruk bagi siapapun yang mengkonsumsinya, semakin tinggi "kesadaran-kecerdasan" hewan itu, semakin buruk dampaknya. Perlakuan baik-membebaskan hewan yang akan dipotong itu dari rasa sakit, marah, takut, tersiksa, stress menjelang dipotong adalah upaya sempurna meminimalisir dampak buruk saat kita mengkonsumsi daging hewan itu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar