Apakah jika anda bermimpi atau berhalusinasi didatangi malaikat atau Tuhan, memberikan wahyu sekaligus menunjuk anda menjadi Nabi baru, anda akan percaya...?.
Pasti sulit untuk tidak percaya apalagi jika keinginan, obsesi atau ego terbesar anda memang adalah menjadi Nabi. Lihat tuh jaman dulu terutama di Timur Tengah, banyak sekali orang yang percaya mimpi-halusinasinya sendiri sebagai kebenaran ditandai dengan banyaknya orang yang dengan pedenya mengaku-ngaku dirinya Nabi atau utusan Tuhan. Ego-obsesi kita akan segera mengambil alih, melumpuhkan daya nalar bahkan nurani kita, membuat hidup kita jatuh dalam angan-angan yang terasa nyata. Perlu latihan keras atau pengalaman panjang dan dramatis untuk kita bisa menyadari-mengikhlaskan kalau kita hanya sedang bermimpi-berhalusinasi saat mimpi-halusinasi itu datang.
Saya dulu sering bermimpi, berdelusi dan berhalusinasi wong KAE masih sayang kepadaku, datang ke rumahku, yang-yangan denganku, menikah denganku, menjiwit pipinya, membelai pinggulnya, menganu nganunya... ^^ Tapi karena seringnya saya dibohongi mimpi dan halusinasi saya itu, akhirnya setiap mimpi dan halusinasi itu kembali datang, saya "protes", saya jadi sadar saya cuman sedang bermimpi-berhalusinasi, saya bahkan jadi bisa mengontrol mimpi-halusinasi saya itu, bisa mengamati dan menikmatinya tapi tidak hanyut-terkuasai alur-ceritanya.
Tidak bisa tidak, kita harus punya standar nalar, moral, nurani yang tinggi serta ego-obsesi pribadi yang rendah agar kita tidak hanyut-jatuh dalam pesona delusi-halusinasi yang menjerat saat kita menjalani "laku" relijius-spiritual. Orang berdelusi-berhalusinasi hakikatnya orang yang sedang gila, tidak waras, sedang mengalami kekacauan bahkan kerusakan fisik-fungsi otaknya, ironis kalau mereka justru dipuja-puja, dikira orang sakti, orang suci, utusan Tuhan, titisan Dewa atau yang lainnya.
Kebaikan atau kemaslahatan yang dibangun dari dogma, dari dongeng, mitos atau tahayyul, dari mimpi-delusi-imajinasi-halusinasi dan hal-hal tidak bisa terverifikasi lainnya itu lemah dan rapuh, akan membawa dilema-kutukannya sendiri, akan sering memicu mudarat atau keburukan yang jauh lebih besar. Kebaikan itu bukan perkara ghaib yang hanya datang dari sosok-sosok ghaib, nalar dan nurani kita sangat cukup untuk bisa memahami-menangkap-memverifikasi itu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar