Jumat, 17 Mei 2019

Iman dan Kekuasaan Tuhan



Kalau cara bertuhan-beragama kita masih hanya didasari iman (bukan "laku-kawruh"), kekuasaan Tuhan kita hanya akan menjadi sebatas kekuasaan kita "mewirid" kekuasaannya.


Jika Tuhan kita gagal merahmati kita, gagal mengabulkan doa-doa kita, gagal membela kita, berarti itu tanda jelas kita gagal mewirid kekuasaannya-gagal mengimani, mengibadahi dan meritualinya dengan sungguh-sungguh. Iman kita masih hanya sebatas di mulut, baju-fisik, perasaan, tidak sampai berakar-direstui kesadaran lebih tinggi kita. Menyadari-mengakui itu lebih baik walau ego-hawa nafsu kita akan pasti selalu menyangkalnya keras. Jangan seperti wong-wong soleh KAE, di satu sisi-doa-keinginan mereka terus gagal tak terwujud, tapi di sisi lain-bukannya introspeksi malah ngombro-ombro angkoro, mereka justru dengan tak tahu malunya semakin keras dalam mengklaim pemilik kebenaran-pintu surga, paling relijius, paling beriman dan bertakwa..., sikap yang mencerminkan ketidaktahuan, kesombongan bahkan kezaliman. Bahkan jikapun doa-keinginan mereka terwujud, itu sama sekali bukan tanda mereka benar, itu hanya tanda mereka sukses mewirid kekuasaan Tuhan-menciptakan Tuhan. Sebab Sang Kebenaran itu kuat dan otonom, punya arah kehendak sendiri, tak bisa dimanipulasi dan dipaksakan termasuk dengan iman.


Cara bertuhan seperti itu (hanya didasari iman) sebenarnya persis sama dengan cara orang "menuhankan" jimat (keris, pohon, gunung, lautan, makam dsb), keliru besar kalau anda merasa berbeda. Jimat hanya akan menjadi bertuah, menjadi "maha kuasa" jika kita terus mengimaninya, menghormatinya, merituali-mewiridnya (menyembahnya, memuasaninya, menjamasinya, memenyaninya, mengembanginya, mensucikannya, membelanya dll). Jimat akan segera berkurang atau bahkan hilang tuahnya jika kita sudah tidak lagi sungguh-sungguh mengimani, menghormati, merituali-mewiridnya..., iman, hormat, ritual adalah pembangun sekaligus penyelaras-penghubung kita dengan energi, spirit, khodam atau yoni yang tertanam di dalam sebuah jimat, pusaka atau sesembahan.


Sayangnya, cara beragama seperti itulah yang sangat digandrungi banyak orang sekarang, mereka menjadikan iman sebagai "dewa", awal sekaligus ujung dari relijiusitas. Padahal iman hanya mengarahkan kita pada kekuatan, bukan kebenaran. Iman tanpa laku-kawruh akan pincang, membuat kita mudah tertipu dan terjerumus, hanya menjadikan agama sebagai ritual menciptakan sekaligus "memperbudak" Tuhan, menyembah ego kita sendiri, syirik akbar, bukannya menjadikannya ritual memahami-menyelaraskan diri dengan sifat-sifat dan kehendak hakikinya yang satu-universal, tauhid...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar