Jumat, 17 Mei 2019

Esensi "Ketuhanan Yang Maha Esa"



Banyak orang sering berfikir-mengklaim kalau sila pertama Pancasila itu terinspirasi dari doktrin tauhid, monotheisme, satunya Tuhan. Padahal sebenarnya tidak, itu berasal dari filosofi yang jauh lebih dalam dan tinggi, "Bhinneka Tinggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa"..., sama sekali bukan dimaksudkan untuk mengistimewakan satu agama tertentu (yang bertuhan satu, agama Abrahamik-Samawi), dia hanya sedang mengarahkan kita pada esensi kebenaran-ketuhanan yang satu. Sekelas Eggi Sudjana saja tidak memahami itu sampai-sampai menuduh agama yang bertuhan lebih dari satu itu bertentangan dengan Pancasila.


Sebab memang, bertuhan banyak atau satu itu tidak penting secara esensi..., bertuhan banyakpun kalau disembah dengan kekhusukan dan kepasrahan penuh pada akhirnya akan mengantarkan orang pada esensi ketuhanan yang satu. Sebaliknya, bertuhan satu tapi gambaran tentangnya (sifat dan kehendaknya) dibangun semata hanya dari prasangka, angan-angan, hawa nafsu, dongeng, budaya, dogma, tetap saja, Tuhan itu hanya akan berstatus jimat atau berhala yang dihidupi hanya dari iman dan ritual pemujanya. Nama sama sekali takkan membantu kita membawa pada yang esensi..., tas buatan Cibaduyut tidak akan otomatis menjadi Louis Vuitton hanya karena ditempeli label Louis Vuitton..., walaupun inyonge ndower kewer-kewer ngaku-ngaku TORA SUDIRO toh tetep ae ketok olo tur ndeso, buktine, hingga selapuk ini panggah JOMBLO...! ^^


Tauhid-Ketuhanan Yang Maha Esa bukan milik siapa-siapa, bukan milik agama manapun apalagi hanya milik manhaj KAE..., dia milik mereka yang mau dan mampu berserah diri-mengheningkan diri, mampu menguasai tubuh-indra-ego-hawa nafsunya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar