Kamis, 04 Mei 2017

Yang Dipuja, yang Menguasai


Orang-orang jaman dulu banyak yang mendapat ilham, wangsit atau petunjuk untuk menjadi maling, perampok, pezina, pemerkosa, hingga bahkan menjadi pembunuh saat menjalani "laku" spiritual demi mendapatkan kekayaan, kehormatan atau kekuasaan. Orang-orang "soleh" jaman sekarang banyak yang mendapat ilham, "hidayah" untuk memusuhi, memerangi, memfitnah, menindas atau bahkan menghabisi orang yang tidak se-ide, se-agama, se-etnis, se-golongan atau se-ras demi tujuan yang sama.


Kelihatan berbeda tapi secara esensi sebenarnya sama saja, hanya beda kemasan, intinya mereka hanya sedang menjalani petunjuk-berusaha memenuhi hawa nafsu-amarah, lawamah dan sufiyahnya.


Kenyataan yang menunjukkan bahkan spiritualitas atau relijiusitas tetap tidak akan mampu mengantarkan pengamalnya ke jalan yang lurus, jalan Tuhan, jalan suci jika itu tidak diawali-didasari dengan "laku-tarikat" pengendalian ego-hawa nafsu terlebih dahulu. Sebaliknya, justru sering membuat pengamalnya  "mabuk" berat, kesulitan untuk sekedar memahami yang mana sebenarnya jalan yang lurus-jalan Tuhan-jalan suci itu.


Siapa yang akan memberi kita hidayah-petunjuk, membimbing, "mengemong", mengayomi, mengilhami, menjadi "Tuhan" bagi hidup kita bergantung dari siapa "sedulur-pamomong" kita yang dominan kita "hidupi", kita puja-menguasai hidup kita, apakah ego (hawa nafsu) kita, akal (malaikat) kita atau hati (Tuhan kita).


Spiritualitas atau relijiusitas hanya akan mengantarkan kita ke jalan yang lurus-jalan Tuhan-jalan suci jika itu ditafsiri sebagai "laku-tarikat" mengendalikan ego-hawa nafsu kita, menjadikan hati kita sebagai "raja". Sayangnya, banyak orang sekarang bukannya menjadikan relijiusitas atau spiritualitas sebagai laku-tarikat mengendalikan ego-hawa nafsu, justru sebaliknya, dijadikan sarana memenuhinya..., dijadikannya hanya sebagai pengkamuflase ego-hawa nafsunya agar tampak dan dirasakan lurus dan suci...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar