Selasa, 09 Mei 2017

Pilih Iman atau Kebenaran?


Saya dulu punya teman tetangga kost yang selalu mengeluh katanya kurang njemprak alias perkasa di ranjang, sudah minum Irex hingga Kuku Bima tapi tetep nglentruk alias susah "kluruk" katanya.

Karena dia sering banget mengeluh soal itu, akhirnya saya kemudian iseng, asal ceplos, asal muni, niatnya untuk ngledek saja, memberi dia saran, "coba kamu rutin makan belalang mentah" (waktu itu saya sedang membakar belalang sehingga jadi muncul ide saran itu). Saran itu ternyata dijalankannya, terbukti beberapa minggu kemudian dia memberitahu saya katanya dia sudah perkasa lagi, resepku jos gandos alias terbukti!. Sebenarnya saya ingin tertawa ngakak guling-guling mendengar "kesaksiannya" itu tapi terpaksa saya empet, kasihan kalau entar dia loyo lagi begitu diberi tahu kalau saran itu sejatinya cuman bohongan.

Begitulah contoh dampak dramatis dari sebuah iman atau kepercayaan. Memang itu akan memberi kita limpahan motivasi, energi, sugesti, tapi jelas, itu akan menjauhkan kita dari hakikat kebenaran. Tidak ada bukti ilmiah atau empiris apapun kalau belalang mentah bisa bikin seorang lelaki menjadi perkasa di ranjang. Kalaupun teman saya itu menjadi perkasa betulan, itu pasti cuman efek placebo yang timbul akibat dari kuatnya iman atau kepercayaan dia terhadap kata-kata saya sehingga itu mampu menghubungkan alam sadarnya dengan alam bawah sadarnya, membuat apa yang dipikirkan, diharapkan, dipercayanya mudah mewujud menjadi kenyataan.

Pun demikian sejatinya dengan dampak iman atau kepercayaan terhadap agama, memang itu akan membuat kita dibanjiri motivasi, energi, sugesti, perasaan syahdu, tenang, damai hingga heroik, tapi itu pasti akan menjauhkan kita dari pemahaman terhadap hakikat kebenaran..., membuat hidup kita mudah jatuh dalam perangkap ego, spekulasi, prasangka, mitos, tahayyul, delusi, ilusi hingga halusinasi. Membuat akal kita melumpuh, hati tertutup, tidak berfungsi sebagaimana wajarnya.

Kalau yang kita inginkan adalah kekuatan, energi, motivasi, sugesti, bangunlah iman sekuat mungkin, buang akal dan tutuplah hati karena memang itulah ancaman terbesarnya. Tapi kalau yang kita kehendaki adalah kebenaran, sebaliknya, batasi iman, kalau perlu bunuhlah dia, pasrahkan diri, gunakan akal dan hati kita untuk memahami dunia ini. Tapi yang jelas, jadilah konsekwen, kalau kita lebih memilih membangun iman, jangan pernah mengklaim kebenaran, sebab kebenaran itu tidak untuk diimani atau diklaim tapi untuk diamati, dipahami, dibuktikan dengan segenap akal dan hati kita...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar