Selasa, 31 Desember 2019

Meraga Sukma, Benarkah Pengalaman Benar?



Para pendiri agama biasanya mengklaim dirinya telah terbang ke langit, melihat surga dan neraka, bertemu dengan malaikat, Tuhan atau dewa-dewa..., betulkah...?


Yang mereka alami mungkin hanya meraga sukma atau astral projection. Meraga sukma adalah pengalaman dramatis, jika kita gagal menjaga nalar, kekritisan, keskeptisan dan terutama-ego kita, kita pasti akan hanyut dalam pesonanya, mengira itu pengalaman nyata, mengira kita telah ada di puncak tertinggi kebenaran, padahal yang terjadi sebaliknya, kita ada di dasar jurang kesesatan, kita telah gagal menahan godaan.


Saat meraga sukma, kita bisa terbang ke manapun kita mau, ke Mekah, ke Paris hingga ke kutub atau puncak Himalaya, kita juga bisa terbang ke masa lalu atau masa depan, hingga bahkan terbang ke langit ke tujuh, bertemu dengan malaikat, bidadari, Tuhan atau dewa-dewa..., kalau saya dulu siech, sukanya terbang ke rumah cah KAE, cintaku manisku raja tegaku, melihat bagaimana dia tidur... ^^ Pertanyaannya, apakah apa yang kita lihat saat meraga sukma itu sesuatu yang nyata...?.  Awalnya saya siech mengira itu nyata, tapi setelah berkali-kali mengalami berikut mengamatinya dengan seksama, sekarang saya menyimpulkan, apa yang kita lihat saat meraga sukma hanyalah ilusi-halusinasi yang timbul dari memori, pikiran, imajinasi, konsep yang sebelumnya sudah tertanam di otak kita-alam bawah sadar kita. Tandanya, kita tidak akan mungkin bisa meraga sukma ke tempat yang belum pernah kita kenal, baik nama ataupun gambaran visualnya. Jika kita belum pernah mendengar nama kota "Novosibirsk" berikut melihat bagaimana pemandangan kotanya, kita takkan bisa meraga sukma ke sana. Pun jika kita tidak mengenal konsep tentang langit berikut isinya, tidak mungkin kita bisa "plesiran" ke sana-bertemu para malaikat, dewa-dewa atau bidadari, melihat surga atau neraka, mendapat wahyu, ditunjuk jadi Nabi dan lain-lain.


Pengalaman meraga sukma itu mirip dengan pengalaman mendapat wangsit, hidayah, mukjizat atau karomah, pada dasarnya hanya mimpi, angan-angan, ilusi, halusinasi yang direspons tubuh dan otak kita sebagai sesuatu yang nyata. Bisa saja saat meraga sukma kita bertemu dengan Sheikh Abdul Qadir Jaelani, dia kemudian membagi karomah kadigdayaanya pada kita, dan setelahnya, kita betul jadi digdaya..., atau bagi yang beragama lain, bisa saja saat meraga sukma bertemu dengan Yesus, Buddha atau Wisnu yang kemudian memberi berkat atau mukjizat kesembuhan, dan setelahnya, anda sembuh betulan. Bagi yang terpesona dan hanyut, setelah terpapar pada pengalaman ajaib itu, tentu akan bertambah imannya, memberi kesaksian dimana-mana, bahkan rela mati demi apa yang dikiranya kebenaran itu.


Manusia terlahir dengan naluri-kebutuhan dasar untuk eksis, bukan untuk benar. Sayangnya, eksistensi itu seringkali harus ditopang dengan kesalahan demi kesalahan, kebohongan demi kebohongan. Menjadi benar itu sulit dan berat, salah satu konsekwensinya, akan membuat alam bawah sadar kita kesulitan membantu mewujudkan keinginan-keinginan egoistik kita-membantu menopang eksistensi ragawi kita. Jika kebenaran adalah hal penting (di mata ego kita), agama tidak akan pernah muncul di dunia ini.


Pilih mana, anda sembuh sakitnya, hidup bergelimang harta, tahta dan wanita-karena anda percaya akan keampuhan keris kyai kologupito (status anda sesat), atau anda tak mendapat apa-apa karena anda tidak mempercayainya (status anda benar)...?. Keris kyai kologupito adalah gambaran dari klenik (apapun bentuknya termasuk klenik yang mengklaim bukan klenik ^^)..., salah, sesat, bohong, tapi seringkali menguntungkan, membuat orang sulit lepas darinya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar