Garam itu halal secara syariat, tapi bagi penderita hipertensi, secara esensi akan berubah menjadi haram..., pun dengan gula pada penderita diabetes atau bahkan nyawang bojone tonggo jika anda ngacengan... ^^
Apa yang baiknya dihalalkan atau diharamkan, yang berdosa atau berpahala, yang disucikan atau dihinakan itu "hidup", berubah, berkembang dan berganti, selalu mengikuti konteks, kebutuhan, situasi dan kondisi, kehendak alam semesta. Karenanya, mengunci atau membingkainya secara kaku-keras dalam hukum-hukum syariat sebenarnya konyol. Sebab sebagian besar dari itu semua-bahkan yang paling dasar atau pokok sekalipun akan dengan mudah berubah bahkan berbalik statusnya, menjadi KLENIK dan TAHAYYUL, tak terhubung lagi dengan realitas apa yang esensinya baik-maslahat, yang "rahmatan lil'alamin." Kenyataan itu sangat mudah dimengerti jika kita mengerti sedikit saja bagaimana prinsip-hukum-petunjuk dasar spiritual bekerja-mewujud. Yang kekal, berlaku di setiap tempat, waktu, situasi dan kondisi hanyalah hukum sebab akibat saja, "sapa nandur ngunduh."
Yang jelas, kalau sekarang muncul agama baru, mungkin hewan yang akan diharamkan atau disucikan bukan lagi babi, anjing, ular, unta atau sapi melainkan badak, gajah, orang utan, harimau..., karena memang, hewan-hewan itulah yang sekarang paling perlu diselamatkan, paling perlu dilindungi, paling terancam punah..., dan kalau saya yang bikin agama, jelas saya akan mensyariatkan, "nikahilah wahai para wanita---bujang polos, tanpa dosa dan belum tersentuh kotornya zaman agar hidupmu bahagia sejahtera, tanpa kurang suatu apa, selamat dunia akhirat." Egois, tendensius...?, memang agama pada dasarnya adalah produk ego pembuatnya kok...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar