Sabtu, 07 Desember 2019

Ujung Pasti Menghakimi




Semakin intens kita memandang orang lain salah, sesat, dosa, kafir, semakin mungkin akhirnya itu meledak menjadi tindak kekerasan, hanya dengan sedikit pemicu.


Alam bawah sadar kita itu selalu jujur dan konsekwen, dia selalu menumbuhkan apapun yang ditanam di atasnya, tidak peduli itu benar atau salah, baik atau buruk. Penghakiman orang lain salah, sesat, dosa, kafir, akan dimaknainya sebagai "wirid-afirmasi" untuk MERUBAH..., caranya, tentu-kecilnya dengan dakwah, jika itu tidak berhasil, dengan tekanan, intimidasi, hingga akhirnya, dengan paksaan, penindasan bahkan dengan membunuh.


Jadi, mengharapkan toleransi dari umat yang ajaran agamanya dari ujung ke ujung menghakimi orang lain salah, sesat, dosa, kafir itu sebenarnya sulit. Sebab pasti, makin relijius mereka, NAFSU ingin merubah orang lainnya akan semakin kuat, mereka akan semakin egois, semakin "jahat" secara esensi. Mungkin saja nafsu itu bisa ditekan "kenampakannya", disamarkan, tapi saat menghadapi situasi sulit, terpojok atau tertekan, itu tetap akan dengan mudah meledak, takkan terkuasai..., mereka adalah bahaya laten yang sebenarnya. Lihat konflik Ambon atau konflik agama lainnya..., yang awalnya masyarakat tampak baik dan toleran, dalam sekejap mata berubah menjadi saling bunuh, itu sebenarnya adalah tuaian dari apa yang ditanam sejak lama sebelum konflik itu terjadi, tuaian dari "wirid" "akulah yang benar".


Agama sering mengajarkan pengikutnya untuk tidak sombong, tapi agama selalu memicu pengikutnya merasa benar, yang lain salah. Ironis sebenarnya, sebab klaim-perasaan benar sendiri adalah bentuk kesombongan tertinggi. Kesombongan adalah "pesan" kepada kesadaran lebih tinggi kita kalau kita sudah tahu, tidak perlu "pasokan" pengetahuan lagi..., jelas, kesombongan adalah akar dari segala kejahilan dan kezaliman.


Hidup adalah pilihan, kalau kita bisa memilih menanam sesuatu yang buahnya adalah kesadaran dan pengetahuan, adalah konyol kalau kita lebih memilih menanam sesuatu yang buahnya adalah kemabukan dan kejahilan. Mungkinkah ada Tuhan yang lebih menyukai kemabukan dan kejahilan daripada kesadaran dan pengetahuan...?, bahkan jika betul ada, aku takkan mau menyembahnya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar