Dulu, namanya juga orang Jawa dan NU pula, saya pernah melakukan riyadoh dengan tujuan agar rejeki lancar, dagangan saya laris. Dari riyadoh itu saya mendapat petunjuk, hidayah atau wangsit agar saya berpuasa kapit weton (puasa hari lahir menurut kalender Jawa). Setelah petunjuk itu saya jalankan, ajaib, ternyata benar, terjadi perubahan besar dalam hal rejeki, dagangan saya menjadi laris manis, puasa itu telah membuat suasana hati saya berubah saat berdagang, sejenak seperti orang lain, mungkin itulah yang membuat laris.
Pertanyaannya, apakah jika petunjuk yang saya dapat dari riyadoh itu dijalankan orang lain akan mendatangkan hal yang sama, dagangannya juga menjadi laris...?. Saya yakin BELUM TENTU...!. Petunjuk itu hanya berlaku buat saya, bahkan lebih spesifik lagi, hanya berlaku buat saya dan pada saat dulu saya mengharapkannya. Jangankan dijalankan orang lain, bahkan jika petunjuk itu saya jalankan sekarang, hampir pasti, hasilnya sudah akan berbeda..., wajar saja karena konteks juga sudah berbeda, sudah terjadi perubahan cukup besar pada diri dan lingkungan saya sekarang dan itu pasti menuntut penyikapan berbeda, saya harus melakukan riyadoh-meminta petunjuk lagi untuk tujuan yang sama.
Pun demikian juga sebenarnya dengan agama, pada saat agama itu muncul atau "diciptakan", boleh jadi dia "benar", sangat cocok-baik-menguntungkan bagi pendiri, keluarga, sahabat, etnis atau bangsanya, tapi pasti, saat agama berusaha dibawa "keluar" dari itu semua, dia akan berkurang bahkan kehilangan sama sekali kebenarannya, tidak lagi cukup bisa mendatangkan kebaikan-keuntungan esensial, menopang eksistensi. Agama Yahudi hanya cocok untuk orang Yahudi, di Kan'an (Palestina) dan pada waktu yang tidak terlalu jauh dari saat agama itu muncul, Hindhu hanya cocok untuk orang India dan di anak benua India, Konghuchu hanya cocok untuk orang China, Shinto untuk orang Jepang..., pun dengan agama NGANU, hanya cocok untuk bangsa NGANU. Berusaha membawa agama keluar jauh dari tempat dan waktu asalnya itu sebenarnya konyol, kalaupun bisa, harus diadakan modifikasi keras hingga bahkan di sisi akidahnya..., diperlukan pembaharu bahkan "Nabi" baru untuk setiap "jengkal" perubahan konteks-waktu dan tempat agar suatu agama terus terjaga fungsinya membawa kebaikan-keuntungan. Fundamentalisme agama adalah pertanda KEIDIOTAN nalar dan nurani-spiritualitas, kejahilan sekaligus kezaliman yang dibungkus pencerahan-kebenaran.
Setiap waktu, bangsa, etnis bahkan setiap individu memerlukan agama dan Tuhannya sendiri-sendiri yang harus dicari-diciptakannya sendiri-sendiri pula. Agama universal itu tidak ada dan tidak mungkin, karena-bahkan setiap individu itu unik, memerlukan apa yang baik-menguntungkan-yang menopang eksistensinya sendiri-sendiri pula...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar