Hanya dengan kita mau dan mampu melihat ke "dalam", kita akan mampu melihat ke "luar" dengan benar, adil, obyektif dan proporsional.
Agama lahir dengan maksud agar pemeluknya lebih mau dan mampu melihat ke dalam, ke jati dirinya, ke kesadaran-pengetahuan-kekuatan lebih tingginya, ke Pamomongnya, ke Gusti atau Dewa yang bersemayam di dalam dirinya.
Tapi yang terjadi sekarang justru sering sebaliknya, banyak orang beragama sangat sibuk melihat ke luar, berusaha menilai dan menghakimi setiap detail apapun yang mereka lihat di luar sana. Mereka justru menjadi sangat enggan melihat ke dalam dirinya, introspeksi.
Mereka mengira dengan begitu, dirinya bisa tetap lurus dan meluruskan orang lain, membuat dirinya diberkahi dan dirahmati Tuhan. Padahal sikap-cara beragama seperti itu sudah pasti hanya akan membuat kita seumpama peribahasa, "kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak". Kita akan menjadi gagal tahu sekaligus gagal adil, gagal melihat kelebihan orang lain sekaligus mengenali kelemahan diri, gagal meraih pengetahuan dan kebijaksanaan dari agama.
"Ruh" ilmu itu ada di dalam diri kita-kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita. Pandangan apapun-didasari apapun kita terhadap dunia di luar sana-jika itu tanpa didasari "ruh" ilmu, kesadaran-pengetahuan lebih tinggi kita, pandangan itu sudah pasti hanya akan bernilai prasangka, spekulasi, tahayyul, yang akan sangat rawan terdistorsi, termanipulasi kepentingan-ego-hawa nafsu kita...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar