Minggu, 20 Oktober 2019

Antara Santet dan Agama, Apakah ada Bedanya?




Cukup dengan meyakini sungguh-sungguh di tubuh kita ada paku, beling atau KNALPOT RACING, kita akan merasakan dampak (sakit) yang sama dengan dampak jika benda-benda itu betul nyata ada di tubuh kita.


Itu bisa dilihat pada bagaimana pengobatan alternatif bekerja. Kebanyakan pasien yang datang dengan keluhan sakit karena (mengira) disantet sebenarnya tidak benar-benar karena disantet. Pikiran dan prasangka kuat kalau mereka disantetlah yang membuat mereka jatuh sakit, mengalami psikosomatis berat. Karena penyebabnya prasangka-pikiran, mengobatinyapun biasanya mudah, cukup dengan menguatkan mental dan menciptakan sugesti kalau santetnya telah dibuang. Jalan terbaik kita terhindar dari santet ya jangan pernah berfikir atau berprasangka kalau kita disantet, atau yang lebih baik, jangan percaya santet itu ada. Sebab jika kita tak percaya adanya santet, bahkan jika nyatanya betul santet itu ada, kita akan tetap kebal santet...!.


Cara kerja santet atau sihir di tubuh kita sebenarnya sama persis dengan cara kerja agama, manipulasi pikiran. Anda merasa "sakit" saat melihat salib, patung, tempat ibadah (agama lain), anjing, babi..., atau sebaliknya, merasa syahdu, spiritual, senang...?, atau Anda merasa berjubah lebih baik dari bersarung, bergamis lebih mulia dari berkebaya, berbahasa Arab lebih barokah dari berbahasa lain?. Jujur, anda sebenarnya adalah korban dari "santet-sihir" agama. Pernah melihat tokoh agama yang kerjanya cuman menakut-nakuti, mengintimidasi, mengancam, menteror, melaknat..., atau sebaliknya, mengiming-imingi surga dengan bidadarinya yang montok-montok...?. Tokoh agama seperti itu jelas secara esensi adalah juga tukang santet, mereka hendak menyerang-melemahkan Anda untuk kemudian memanipulasi-menguasai Anda, menciptakan realitas-realitas yang dibentuk dari sesuatu yang semu-palsu di tubuh dan pikiran Anda.


Sulit untuk tidak menyimpulkan kalau orang relijius sebenarnya adalah orang yang hidupnya dominan dikuasai santet, sihir, jin..., sebab merekalah yang realitas di tubuh dan pikirannya paling banyak dibentuk dari sesuatu yang semu, sama seperti umumnya "korban" santet..., merekalah justru yang paling harus lebih dulu dirukyah, bukan malah maunya merukyah orang lain...! ^^

Agama dan Teori Bumi Datar




Teori bumi datar itu konyol, sangat tidak masuk akal, tapi mengapa tetap saja ada jutaan orang "mengimaninya" bahkan di negara-negara Barat yang sudah sangat maju sekalipun...?


Karena ada banyak orang bersedia "mendakwahkannya." Mengapa ada banyak orang bersedia mendakwahkannya...?, karena ada jutaan dolar uang mengalir dari aktifitas itu-dari website-website mereka, seminar-seminar, event-event dan kampanye yang mereka adakan hingga souvenir yang mereka jual. Sama halnya dengan media penyebar hoax, provokasi, teori konspirasi atau cocoklogi yang marak di tanah air kita, pada dasarnya mereka pasti tahu lagh yang mereka sebar adalah informasi palsu atau setidaknya, punya kapasitas mencari tahu-mengklarifikasi palsu-tidaknya informasi itu, tapi berhubung karena informasi palsu ITU, milyaran uang mengalir-karena itu ego relijius-kelompok mereka terdukung, mereka tak peduli.


Pun demikian juga sebenarnya dengan agama, bagaimanapun tidak masuk akalnya suatu ajaran agama, jika agama itu nyatanya menguntungkan ego banyak orang (terutama secara material-harta, tahta, wanita), agama itu akan tetap eksis, diimani banyak orang. Wajar saja, akan tetap ada banyak orang juga yang bersedia mendakwahkannya, mendoktrinkannya "mendelusikannya", "menghalusinasikannya."


Ego kita itu sangat oportunistik, tidak peduli sesuatu itu benar atau salah, baik atau buruk, asal itu dipandang menguntungkan, itu akan tetap didukung. Bahkan jika ada teori bumi ini berbentuk kotak atau kembang-kembang, asal itu dipandang ego kita menguntungkan, kita pasti akan bersedia mendakwahkannya, ego kita akan tetap menemukan jalan efektif bagaimana cara meyakinkan-mendoktrinkan-mendelusikan-menghalusinasikan teori itu baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain.


Ego adalah spirit sumber yang oleh banyak agama, budaya dan tradisi spiritual sering mewujud-disebut sebagai setan atau jin. Tidak ada kebenaran tanpa dikuasinya ego. Ego dan kebenaran itu ibarat siang dan malam, memiliki kepentingan yang tidak hanya berbeda, tapi juga berkebalikan, jika yang satu lebih panjang, yang lain akan menjadi lebih pendek. Ego yang tak terkuasai bahkan sanggup menjadikan agama-Tuhan yang harusnya dijadikan "laku-tarikat" memahami kebenaran, malah dijadikannya pengkamuflase kesesatan menjadi tampak dan dirasakan sebagai kebenaran...


Selasa, 08 Oktober 2019

Gendruwo Pohon Elo?




Saya memiliki kebun sempit yang letaknya persis di tebing sungai. Kebun itu cukup menakutkan, rimbun, dingin, gelap dan lembab, wajar saja, kebun itu dipenuhi pohon-pohon raksasa, akar-akarnya bahkan tampak menggantung, menyembul dan membelit tebing. Di antaranya ada pohon trembesi, elo dan sengon yang berusia ratusan tahun. Pohon buah buahan juga ada, durian, mangga, nangka, rambutan dan salak. Bekas kulit ular nglungsungi pating klawer di antara akar-akar pohon, menandakan kebun itu dihuni banyak ular. Tepat di bawah pohon elo terdapat belik atau mata air yang biasa digunakan warga mandi saat kemarau panjang tiba.


Entah kebetulan, hendak ditunjukkan pada rejeki NOMPLOK atau bahkan hendak diazab yang maha kuasa, ndilalah saja suatu sore timbul keinginan saya untuk mengunjungi kebun itu. Siapa tahu ada buah salak yang masak, kan asyik disantap sambil menikmati pemandangan sungai di bawahnya, pikirku. Jadilah sore yang cerah itu saya datang di kebun itu. Sesampai di kebun, tiba-tiba saya mendengar suara cewek cekikikan, penasaran kemudian saya menengok ke sumber suara itu, di belik bawah pohon elo. Subahenoloh, eh salah..., subhanalloh..., ternyata ada wong KAE, gadis tercantik di kampungku lagi mandi bersama teman-temannya..., gak pake apa-apa alias tanpa sehelai benang, polosan..., nganunya yang putih mulus seksi ITU membuatku HANG dadakan, blarungan ora karu-karuan. Tapi hanya sejenak saja, takut ketahuan dan dikira ngintip, tanpa pikir panjang, saya langsung kabur pulang ke rumah.


Sesampainya di rumah, bukannya "cerita" erotis itu berakhir sampai di situ, malah jadi kepikiran. Pemandangan tadi sungguh indah dan menggetarkan, sayang untuk diakhiri, saya ingin melanjutkannya di kemudian hari, pikirku. Ujungnya bisa ditebak, saya jadi rajin pergi ke kebun itu, bukan untuk memetik salak sambil menikmati gemericik air sungai, tapi untuk melihat wong KAE mandi. Tapi namanya juga manusia, tidak ada puasnya, saya yang tadinya cukup puas hanya dengan melihat wong KAE mandi dari jarak cukup jauh, sekitar 20 meteran, tiba-tiba timbul keinginan untuk melihatnya lebih dekat lagi, biar lebih jelas dan transparan lagh, lebih ketok mendonong, kalau bisa, langsung dari balik pohon elo di atas belik itu. Jadilah, dengan mengumpulkan segenap keberanian, suatu sore, niat itu berusaha saya wujudkan, alon-alon asal kelakon, ketamak-ketimik, dengan langkah dan nafas terkendali penuh, saya mendekati pohon elo itu, untungnya, semak belukar yang rimbun membuat saya sulit terlihat siapapun. Tepat saat saya sudah berada dibalik pohon elo itu, belum sempat niat saya kesampaian, tiba-tiba saya mendengar suara orang berteriak-tertawa keras, "Hahaha..., si Nur ngintip...!." Terang saja saya kaget bukan kepalang, celingukan kaya ketek ditulup, mencari tahu siapa orang yang berteriak-tertawa keras itu. Tidak ada orang lain di kebun, saya kemudian naik ke jalan di atas kebun, juga tidak ada orang, sepi, saya bingung, saya kemudian pulang. Sejak hari itu, hati saya diliputi perasaan waswas, takut kalau-kalau orang yang melihat saya ngintip itu menceritakan apa yang dilihatnya pada orang sekampung, dimana mau kutaruh tampang POLOS dan tanpa dosaku ini kalau itu sampai terjadi!. Hari-hariku kemudian diisi dengan kesibukan menyiapkan alibi atau bantahan kalau saya waktu itu tidak sedang ngintip, alibi terkuat, saya hanya sedang mengintip sarang burung, alibi yang cukup masuk akal sebab di kebun saya itu memang banyak sekali sarang burung.


Hari demi hari, bulan demi bulan kemudian berlalu, ternyata "kabar" kalau saya ngintip orang mandi tidak tersebar. Walau hati jadi sedikit tenang, tapi itu justru membuatku penasaran, jadi timbul pertanyaan besar, siapakah gerangan sebenarnya orang yang berteriak-tertawa keras itu...?. Pernah satu waktu saya berfikir itu adalah jin atau gendruwo penghuni pohon elo..., tapi akhirnya-sekarang, saya berani mengambil kesimpulan, itu mungkin suara dari diri saya sendiri, alam bawah sadar saya yang sedang mengingatkan saya kalau ngintip orang mandi itu tidak baik, dosa, maksiatul walmunkar, perbuatan sotonirojim, harus ditinggalkan. Peringatan itu ternyata efektif, buktinya, sejak saat itu, saya tak berani lagi ngintip orang mandi...

Senin, 07 Oktober 2019

Hidayah, Wahyu dan Mukjizat, dari Manakah Berasal?




Pengalaman terpapar sesuatu yang (dikira) ghaib seperti mendapat wahyu, wangsit, jamahan Tuhan, mukjizat, karomah, hidayah atau apapun namanya memang dramatis, membuat yang mengalaminya BESAR KEPALA, mabuk berat. Pertama kali saya mengalaminya saat tengah sakit keras hampir sekarat, saya "mimpi" didatangi seorang Wali, dia berpakaian serba putih, bersurban, berhidung mancung, tanpa bicara sepatah katapun-hanya tesenyum ramah, dia kemudian mengusap punggung saya, hawa hangat tiba-tiba mengalir, tubuh saya bergetar hebat, saya terbangun, ajaibnya, saya yang tadinya sudah hampir tak bisa bernafas dan bergerak, mendadak sembuh.



Tentu saja, sejak peristiwa "spiritual" nan dramatis itu, iman saya terhadap Islam dan NU makin menguat, saya menjadi semakin rajin menziarahi makam para Wali, pun ibadah lainnya, solat dan zikir malam menjadi rutinitas. Hasilnya, "hidayah" demi hidayah akhirnya rutin saya terima dengan berbagai cara dan perantara. Ada satu pola jelas yang bisa saya lihat dari hidayah yang saya terima, hidayah ternyata mengikuti apa yang sedang saya inginkan atau butuhkan. Dimana ego saya berada, di situ hidayah datang, jika saya sedang menginginkan uang, saya akan mendapat hidayah bagaimana cara mendapatkan uang, jika ingin pekerjaan, juga akan ditunjukkan pekerjaan apa yang terbaik untuk saya, pun jika saya ingin tahu jujur-tidaknya, setia-tidaknya, bisa diobati-tidak sakit seseorang dll, saya akan segera "diberitahu" tentang hal itu. Untung saja keinginan saya kebanyakan sederhana dan lurus-lurus saja sehingga hidayah yang saya terima juga lurus, coba kalau saya ini orang haus pujian, harta, tahta atau wanita, mungkin hidayah yang saya terima akan menjadi LIAR, apapun jalan yang mengarah pada didapatnya ITU semua akan mewujud menjadi hidayah termasuk mencuri, merampok, membunuh..., dan juga, NGGELIBENG bojone uonk... ^^



Kenyataan itu tentu membuat pandanganku kalau hidayah itu sesuatu yang datang dari Tuhan, yang maha suci-benar perlahan tapi pasti tak bisa kupertahankan lagi. Puncaknya saat saya mendapat hidayah untuk mempelajari agama Katolik, saya Muslim taat tapi kok diminta mempelajari agama Katolik...?. Untuk waktu yang lama saya memikirkan itu hingga akhirnya saya menyimpulkan, hidayah itu memang benar, dalam arti, jika dilaksanakan akan membuat hidupku lebih baik, lebih sesuai dengan yang saya inginkan, tapi perkara benar-tidaknya agama Katolik, itu perkara lain.



Hidayah (termasuk wahyu, wangsit, mukjizat, karomah, jamahan Tuhan dll yang dikira datang dari sesuatu yang ghaib) tidak lebih dari petunjuk-bantuan alam bawah sadar kita-jati diri kita-ego kita (tentang apa-apa yang paling menguntungkan diri kita, paling menjadi obsesi kita)..., dia tak terkait benar dan salah. Daripada kita percaya dan diperbudak hidayah yang didapat orang lain-yang sebenarnya lebih ditujukan untuk kepentingan mereka sendiri, mengapa tidak kita berusaha mengusahakan hidayah untuk diri kita sendiri-yang pasti akan paling sesuai kondisi dan kebutuhan kita...?

Sabtu, 05 Oktober 2019

Maksud dan Lingkup Kebenaran Agama



Dulu, namanya juga orang Jawa dan NU pula, saya pernah melakukan riyadoh dengan tujuan agar rejeki lancar, dagangan saya laris. Dari riyadoh itu saya mendapat petunjuk, hidayah atau wangsit agar saya berpuasa kapit weton (puasa hari lahir menurut kalender Jawa). Setelah petunjuk itu saya jalankan, ajaib, ternyata benar, terjadi perubahan besar dalam hal rejeki, dagangan saya menjadi laris manis, puasa itu telah membuat suasana hati saya berubah saat berdagang, sejenak seperti orang lain, mungkin itulah yang membuat laris.


Pertanyaannya, apakah jika petunjuk yang saya dapat dari riyadoh itu dijalankan orang lain akan mendatangkan hal yang sama, dagangannya juga menjadi laris...?. Saya yakin BELUM TENTU...!. Petunjuk itu hanya berlaku buat saya, bahkan lebih spesifik lagi, hanya berlaku buat saya dan pada saat dulu saya mengharapkannya. Jangankan dijalankan orang lain, bahkan jika petunjuk itu saya jalankan sekarang, hampir pasti, hasilnya sudah akan berbeda..., wajar saja karena konteks juga sudah berbeda, sudah terjadi perubahan cukup besar pada diri dan lingkungan saya sekarang dan itu pasti menuntut penyikapan berbeda, saya harus melakukan riyadoh-meminta petunjuk lagi untuk tujuan yang sama.


Pun demikian juga sebenarnya dengan agama, pada saat agama itu muncul atau "diciptakan", boleh jadi dia "benar", sangat cocok-baik-menguntungkan bagi pendiri, keluarga, sahabat, etnis atau bangsanya, tapi pasti, saat agama berusaha dibawa "keluar" dari itu semua, dia akan berkurang bahkan kehilangan sama sekali kebenarannya, tidak lagi cukup bisa mendatangkan kebaikan-keuntungan esensial, menopang eksistensi. Agama Yahudi hanya cocok untuk orang Yahudi, di Kan'an (Palestina) dan pada waktu yang tidak terlalu jauh dari saat agama itu muncul, Hindhu hanya cocok untuk orang India dan di anak benua India, Konghuchu hanya cocok untuk orang China, Shinto untuk orang Jepang..., pun dengan agama NGANU, hanya cocok untuk bangsa NGANU. Berusaha membawa agama keluar jauh dari tempat dan waktu asalnya itu sebenarnya konyol, kalaupun bisa, harus diadakan modifikasi keras hingga bahkan di sisi akidahnya..., diperlukan pembaharu bahkan "Nabi" baru untuk setiap "jengkal" perubahan konteks-waktu dan tempat agar suatu agama terus terjaga fungsinya membawa kebaikan-keuntungan. Fundamentalisme agama adalah pertanda KEIDIOTAN nalar dan nurani-spiritualitas, kejahilan sekaligus kezaliman yang dibungkus pencerahan-kebenaran.


Setiap waktu, bangsa, etnis bahkan setiap individu memerlukan agama dan Tuhannya sendiri-sendiri yang harus dicari-diciptakannya sendiri-sendiri pula. Agama universal itu tidak ada dan tidak mungkin, karena-bahkan setiap individu itu unik, memerlukan apa yang baik-menguntungkan-yang menopang eksistensinya sendiri-sendiri pula...