Coba anda melalukan istikharah, merenung atau menghening untuk "menanyakan" atau mencari tahu profesi apa yang terbaik buat anda. Jawabannya mungkin akan sebanyak orang yang melakukan itu, bahkan antara anda dan teman terdekat, keluarga atau saudara kembar anda akan mendapat jawaban berbeda. Boleh saja secara "lahir" jawabannya sama, berdagang misalnya, tapi pasti dalam persepsi, deskripsi atau filosofi yang berbeda.
Pun demikian juga sebenarnya saat kita melakukan istikharah, merenung atau menghening untuk menanyakan-memahami sesuatu yang lebih vital semisal agama apa yang paling tepat, paling baik, paling maslahat yang harus kita peluk. Hampir pasti, "hidayah", petunjuk atau jawaban yang kita dapatkan akan sering berbeda, bisa saja secara formal-lahir tampak sama, agama X katakanlah, tapi pasti dalam persepsi, deskripsi atau pemahaman yang berbeda..., semua akan ditentukan oleh konteks-realitas obyektif kondisi pribadi masing-masing.
Kenyataan yang menunjukkan kalau setiap pribadi sebenarnya memiliki "Tuhan" sendiri-sendiri, termasuk "malaikat" dan juga "setan" sendiri, "pamomongnya" sendiri-sendiri, kata orang Jawa. Tuhan sebanyak yang mengimani, menciptakan atau menyembahnya. Mereka memiliki "kebijakan" yang juga sendiri-sendiri tentang apa-apa yang terbaik bagi masing-masing pribadi. Tidak bisa seorang pribadi dipaksa atau memaksakan diri mengikuti Tuhan, malaikat, setan, pamomong orang lain, akan sering mengalami ketidakselarasan, kekeliruan bahkan benturan keras.
Tuhan (atau agama) tidak bisa universal karena setiap pribadi itu unik dan berbeda, yang tentu menuntut "perlakuan" berbeda pula. Tugas pokok seorang pendiri agama adalah mengajari-mendorong pengikutnya menciptakan agama baru (yang lebih tepat-sempurna-kompatibel dengan diri pribadi, masyarakat, etnis, bangsa, masa, situasi dan kondisinya), bukan malah mencekokinya dengan agama yang telah dia dirikan yg pasti akan segera usang atau kedaluwarsa, merosot atau bahkan kehilangan nilai maslahatnya. Kesuksesan terbesar seorang pendiri agama bukan terletak pada banyaknya pengikut melainkan pada banyaknya pengikut yang lebih bijak dan tercerahkan daripada dirinya sendiri, pada banyaknya pengikut yang mampu menciptakan agama baru yang lebih sempurna.
Let's make our spiritual experience..., sebab pengalaman spiritual orang lain apalagi bangsa lain belum tentu "compatible" dengan diri pribadi kita, etnis kita, bangsa kita...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar